Hukum & KriminalNews

Ibu yang Menganiaya Balita di Samarinda Diduga Mengalami Sindrom Baby Blues

Polisi Belum Putuskan Kelanjutan Kasus, Tunggu Visum dan Hasil Pendampingan Psikologis

Loading

balita
Ibu dari anak berusia 8 hari saat berada di Polsek Kota Samarinda dan didampingin UPTD PPA Samarinda. (Muhammad Budi Kurniawan/Akurasi.id)

Akurasi.id, Samarinda – Polsek Samarinda Kota kini tengah mendalami motif sebenarnya di balik kasus penganiayaan terhadap seorang balita berusia 8 hari yang dilakukan ibu kandungnya sendiri berinisial EF (24) di Kecamatan Sambutan, Samarinda, Selasa (9/6/20). Kali ini, Polsek Samarinda menggandeng Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Samarinda untuk melakukan pemeriksaan psikologis terhadap yang bersangkutan.

baca juga: Duduk Perkara IRT di Samarinda yang Menganiaya Balita 8 Hari Karena Tidak Diakui Kekasihnya

Seperti diketahui sebelumnya, kasus penyiksaan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya itu terungkap, setelah dua video aksi kekerasan tersebar disejumlah kanal media sosial pada Selasa lalu. Diduga EF mengalami sindrom baby blues.

Terlihat dalam rekaman sang ibu tega menampar, memukul hingga mecekik leher sang bayi. Hingga dengan berita ini diturunkan, EF belum dapat dimintai keterangan lantaran masih menjalani pendampingan psikologis.

Jasa SMK3 dan ISO

Sedangkan bayi laki-laki berinisial MF, telah dilakukan visum dan dititipkan oleh pihak berwajib di Yayasan Rumah Aman. Hingga Kamis sore (11/6/20), polisi masih menunggu hasil visum bayi.

“Sampai saat ini kami masih menunggu hasil visum dari rumah sakit. Kalau pengakuan awal, dia (EF) spontan saja melakukan (penyiksaan) itu. Terkait sindrom baby blues, sekarang masih dilakukan pendampingan,” kata Kanit Reskrim Polsek Samarinda Kota, Iptu Abdillah Dalimunthe.

Sementara itu, dirinya belum dapat memastikan terkait kelanjutan kasus tersebut apakah akan ke ranah hukum atau tidak, apabila pelaku benar-benar mengalami sindrom baby blues. Saat ini polisi masih terfokus menunggu hasil visum bayi.

“Jadi kita tunggu saja hasil visum dari rumah sakit. Untuk bagaimana kelanjutannya, kita akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait,” singkatnya.

Terpisah, psikolog pendamping EF, Ayunda Ramadhani mengatakan, masih melakukan pemeriksaan terhadap pelaku. Dugaan awal, sang ibu mengalami sindrom baby blues.

“Dugaannya baby blues, tetapi kami perlu memeriksa. Untuk pemeriksaan ini masih berjalan, jadi saya belum bisa menyampaikan rilis resminya. Jadi diduga arahnya ke sana, baby blues,” terangnya.

Dijelaskannya, istilah baby blues dapat diartikan sebagai naik turunnya emosi yang dialami seorang ibu pasca persalinan. Setelah melahirkan, sekitar 70-80 persen ibu baru akan mengalami perasaan tak enak dan perubahan suasana hati.

Gejala baby blues biasanya berlangsung dua pekan setelah melahirkan. Kendati demikian, suasana hati yang naik turun bisa dirasakan oleh seorang ibu lebih awal.  Baby blues ditandai dengan beberapa gejala, seperti merasa sedih atau menangis tanpa alasan, tidak sabar, mudah marah, merasa gelisah, kelelahan, perubahan suasana hati, hingga insomnia.

Penyebab baby blues belum diketahui secara pasti. Kendati demikian, baby blues berkaitan dengan perubahan hormon yang terjadi selama kehamilan dan kembali setelah bayi lahir.

iklan-mahyunadi-MAJU-KUTIM-JAYA

“Kalau dugaan psikopat masih begitu dini untuk kita bisa pastikan. Karena usianya juga masih muda, faktornya adalah karena bisa jadi kelelahan emosional dan kelelahan fisik. Yang memang sangat rentan sekali dan ketika ada pemicunya bisa jadi dia marah,” jelasnya.

Dugaan sindrom baby blues yang dialami EF dikarenakan emosi yang tak dapat dilampiaskan. Sehingga sang bayi yang ada di dekatnya menjadi tempat pelampiasan amarahnya. Dengan kondisi emosional EF yang belum stabil, ia meminta agar pihak keluarga maupun orang terdekat, untuk tidak menghakimi dan memberikan pernyataan yang justru memperburuk kondisi pelaku.

“Masyarakat juga saya harap tidak memberikan judgement dan tidak memberikan statement negatif yang sebenarnya bisa memperburuk kondisi si Ibu,”  pungkasnya. (*)

Penulis: Muhammad Budi Kurniawan
Editor: Dirhanuddin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button