Wabah Covid-19 Melanda, Nyawa Rakyat Taruhannya


Ditulis Oleh: Mimi Muthmainnah
Bontang, 7 April 2020
SEMENJAK diumumkan pemerintah, pandemi wabah virus corona atau yang dikenal Covid-19 di awal Maret lalu, jumlah pasien positif terinfeksi Covid-19 di Indonesia bertambah signifikan. “Jumlah pasien positif terinfeksi virus corona kembali mengalami peningkatan hari ini mencapai 1.155 orang kasus. Sementara itu korban meninggal dunia bertambah menjadi 102 orang, pasien sembuh 59 orang,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto dalam keterangan persnya, di Gedung BNPB, Jakarta, Sabtu (28/3/2020).
baca juga: Dengarkan Ahlinya, Pemerintah Harus Segera Putuskan Lockdown!
Mengamati data di atas, laju penyebaran wabah Corona di Indonesia begitu cepat bahkan menempati urutan kedua di Asia Tenggara. Sejak awal masyarakat ragu terhadap keseriusan presiden dan para menteri menangani kasus ini, bahkan terkesan meremehkan bahaya Covid-19. Jika demikian tidak menutup kemungkinan korban akan terus berjatuhan.
Hingga Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, akhirnya dinyatakan positif Suspect Corona-19, di mana ia sebelumnya sempat mengatakan “Indonesia kebal virus karena suka makan nasi kucing.”
Tidak cukup sampai di situ, WHO mengirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menetapkan sebagai bencana nasional. Namun keraguan tidak hilang karena masih banyak hal terkesan ditutupi oleh pemerintah. Apalagi lambatnya penetapan status bencana nasional.
Bahkan Presiden Jokowi menyerahkan status darurat di daerahnya kepada kepala daerah. Pasalnya Jokowi menilai tingkat penyebaran virus corona derajatnya bervariasi di setiap daerah.
“Saya minta kepada seluruh gubernur, kepada seluruh bupati, kepada seluruh wali kota untuk terus memonitor kondisi daerah dan terus berkonsultasi dengan pakar untuk menelaah situasi yang ada,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Minggu (15/1/2020) di salah satu media nasional.
Kebijakan dan sikap seperti ini seharusnya tidak dilakukan oleh kepala negara sehingga membuat rakyat khawatir dan ketakutan seolah tidak memiliki langkah strategis dalam menangani wabah Covid-19. Terkesan pemerintah seolah lepas tangan.
Sementara melalui jubirnya, Achmad Yurianto sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, hanya melakukan konferensi pers rutinitas pengumuman tiap hari terkait jumlah korban yang terinfeksi, dalam pengawasan, sembuh maupun meninggal. Rakyat diminta untuk bersabar atas apa yang telah menimpa.
Pemerintah terus melakukan pengarusan social distancing dengan meliburkan sekolah, bekerja dari rumah, mencegah orang keluar rumah tanpa kepentingan, kampanye cuci tangan, menghindari keramaian, hingga di daerah yang termasuk zona merah tempat ibadah ditutup dari kegiatan berjamaah. Walaupun membangun kesadaran di kalangan masyarakat bukanlah hal mudah. Karena masih saja ada masyarakat yang melakukan aktifitas seperti hari- hari biasanya, berolahraga dan pergi berlibur bersama keluarganya.
Kebijakan lockdown saat terjadinya pandemi telah diatur dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2018, yang di dalamnya terdapat aturan bahwa kebutuhan pokok rakyat dan hewan ternak menjadi tanggungan negara selama berlangsungnya karantina wilayah. Selain itu, lockdown juga merupakan ajaran Islam dalam memutus mata rantai meluasnya penyebaran wabah.
Walau berdampak pada lumpuhnya perekonomian, kebijakan lockdown telah dilakukan sejumlah Negara diseluruh dunia yang terdampak Covid 19, seperti Turki, Arab Saudi, Jepang, Mesir dan negara lainnya. Demi antisipasi banyaknya korban tewas. Seharusnya kebijakan yang sama diambil pemerintah namun belum juga dilaksanakan justeru hanya memperpanjang pemberlakuan masa darurat Covid-19 hingga 29 Mei 2020.
Lockdown Ajaran Islam
Pemimpin berkewajiban peduli melindungi nasib rakyatnya. Sehingga mendorongnya untuk mempelajari situasi dan berdiskusi dengan para ahli dalam rangka mencari pemecahan atas bencana yang terjadi. Hal ini seperti apa yang dicontohkan Khalifah Umar Bin Khaththab saat berdiskusi dengan para sahabat mengenai wabah tha’un yang menyerang Amwas saat itu hingga beliau melakukan karantina, menguatkan keimanan rakyatnya pada ketetapan Allah dan memberikan bantuan makanan dan lainnya.
Rasulullah SAW bersabda :”Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).
Rasulullah saw. bersabda: “Amir (pemimpin) masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR al-Bukhari, Muslim).
Islam memandang kepala negara wajib mengurus urusan rakyat, termasuk pemeliharaan urusan kesehatan mereka. Bahkan Islam mewajibkan negara menjamin pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat secara gratis dengan kwalitas terbaik.
Dalam hal pencegahan dan penanggulangan Covid-19 saat ini, Pemerintah wajib menjamin perawatan dan pengobatan semua orang yang sakit, khususnya yang terkena Covid-19. Pemerintah harus menyediakan semua alat kesehatan yang dibutuhkan secara memadai, termasuk APD yang sangat dibutuhkan oleh paramedis. Apalagi tenaga kesehatan adalah garda terdepan yang rentan terpapar corona.
Pemimpin yang bertanggung jawab paham setiap masalah yang di hadapi rakyatnya, sosok politikus yang tidak mengandalkan pencitraan dari para buzzer, tegas dalam bersikap, jelas dalam memberi instruksi adalah ciri negarawan sejati. Bukan pemimpin yang abai terhadap keselamatan nyawa rakyatnya demi kepentingan pribadi, tuan atau kelompoknya.
Keberhasilan lockdown yang pernah diterapkan Umar Bin Khaththab bukan hanya sebagai sosok pemimpin, tapi juga sistem yang mendukung saat itu. Kepatuhan terhadap pemimpin adalah perintah, pemimpin sangat memahami bahwa kelak Ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Sehingga dalam menjalankan amanah, Ia harus paham betul setiap langkahnya karena Allah semata, bukan karena pencitraan atau popularitas.
Tentu dengan kondisi saat ini, keresahan dan kekhawatiran yang terus dialami rakyat, kita merindukan sosok negarawan sejati sebagaimana dulu Rasulullah, Khulafaur Rasyidin dan setelahnya para Kholifah. Sebagai negara yang mayoritas muslim tentu pengharapan terbesar saat ini pemerintah mengambil tindakan lockdown. Di segala penjuru arah, menutup semua pintu keluar masuknya penyebaran virus. Semoga dengan demikian, Allah memberikan pertolongan-Nya dan negara kembali aman dari wabah. (*)
Editor: Dirhanuddin
*) Opini ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Akurasi.id
Sekilas Penulis: Mimi Muthmainnah, lahir di Loa Kulu, 1 Mei 1976 silam. Menyelesaikan pendidikan di SMA 4 Samarinda Seberang. Sebagai seorang ibu rumah tangga, Mimi Muthmainnah memiliki moto hidup “Insan mulia adalah Insan bertakwa.”