Penipuan Berbasis Aplikasi Vtube, Uang Saku hingga TikTok Cash Evolusi dari Investasi MLM


Penipuan berbasis Aplikasi Vtube, Uang Saku hingga TikTok Cash evolusi dari investasi MLM. Karena dalam menjalankan bisnisnya, baik Aplikasi Vtube, Uang Saku dan TikTok Cash memiliki pola yang serupa, dan bahkan sama seperti yang dijalankan dalam investasi MLM, yakni perekrutan dengan pola ponzi atau piramida.
Akurasi.id, Samarinda – Belakang ini, Aplikasi Vtube, Uang Saku, TikTok Cash dan sejenisnya tengah ramai menjadi perbincangan masyarakat. Bahkan tak banyak juga mereka ikut menjadi member terjun langsung demi mendapatkan penghasilan dengan tawaran yang bisa dibilang hanya kerja santai.
Bagaimana tidak, hanya bermodalkan smartphone dan cukup menonton iklan atau video, para member Aplikasi Vtube, Uang Saku, TikTok Cash atau sejenisnya dapat mengumpulkan pundi-pundi rupiah dengan mudahnya.
Namun banyak masyarakat, tidak mengetahui persis risiko di balik tawaran aplikasi yang menjanjikan keuntungan tanpa prodak dan kerja itu. Seperti yang terjadi beberapa hari lalu kepada empat orang di Samarinda yang tertipu puluhan juta rupiah. Lantaran tergiur penghasilan yang lumayan dengan menyetorkan sejumlah uang kepada penyedia aplikasi.
Menyikapi fenomena itu, Pengamat Ekonomi asal Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Hairul Anwar mengatakan, Aplikasi Vtube, Uang Saku, dan TikTok Cash pada dasarnya merupakan modus lama, hanya saja di era digital ini platform yang mereka gunakan berbeda.
“Apa ini modus lama, tentu tidak, hanya berubah platform saja, kalau dulu itu MLM (Multi Level Marketing), sekarang di era digital mereka berevolusi, mengikuti tren yang ada di masyarakat,” jelas Cody sapaan karib Hairul Anwar saat dihubungi Akurasi.id, Minggu (28/2/2021).
Cody menjelaskan, aplikasi ini pada dasarnya tidak memiliki izin di Indonesia, yang lebih mengkhawatirkan, aplikasi tersebut tidak mendapat pengawasan, membuat oknum dengan mudah membuat dan merancang hanya berbeda-beda prodak.
“Soal izin, mereka enggak perlu izin, dan aturan pun tidak ada kecuali Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), sehingga banyak orang yang tak terlindungi. Berbeda dengan bisnis saham yang di pantau langsung oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), yang memiliki aturan main,” ungkapnya.
Cody menyebut, saat ini banyak masyarakat tidak pernah mendapat edukasi terkait aturan main aplikasi bisnis di era digital seperti saat ini. “Bisnis digital itu siapa saja bisa masuk, mereka enggak perlu izin, jadi masyarakat harus sadar risikonya,” ujar dia.
Cody memberi contoh, perusahaan besar seperti Gojek, pihak Gojek tidak main-main membakar uang demi memberikan voucer atau potongan kepada pelanggan. Perlu dicatat meski sudah ada pendapatan, namun mungkin belum menguntungkan. Mereka masih dalam tahap investasi dan berharap akan mengeruk keuntungan di masa depan.
“Yang kuat modal ya, terus jalan seperti halnya Gojek, namun bagi mereka bermodal kecil sudah pasti gulung tikar, begitu juga yang terjadi pada aplikasi-aplikasi semacam Uang Saku (Vtube dan TikTok Cash) ini,” terangnya.
Bisahkan Aplikasi Uang Saku dan sejenisnya ini berjalan, Cody menjawab bisa. Namun pihak aplikasi harus mengikuti aturan main dari OJK maupun aturan Kominfo. Seperti halnya bisnis bursa atau saham yang saat ini juga lagi tren di masyarakat, mereka diawasi pihak OJK.
“OJK turun di sini, aturannya jelas, bisnisnya seperti apa? Kalau bisa Kementrian Komunikasi dan Informatika ikut serta,” bebe Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unmul Samarinda tersebut.
Cody memberikan tips dan saran bagi masyarakat agar tak menjadi korban Aplikasi Uang Saku atau sejenisnya. “Jangan ikut-ikut tren, bisnis tak sesederhana itu, pasti ada untung dan rugi, carilah informasi sebanyak-banyaknya sebelum terjun, dan jangan mudah terpancing oleh tawaran-tawaran yang menggiurkan,” pungkasnya. (*)
Penulis: Muhammad Budi Kurniawan
Editor: Dirhanuddin