Mahkamah Konstitusi Diuji dan Disidang oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)

Akurasi, Nasional. Jakarta, 1 November 2023 – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) telah menjadi perdebatan hangat di Indonesia. Keputusan tersebut memicu kontroversi karena memungkinkan calon yang belum mencapai usia 40 tahun untuk mencalonkan diri, yang selanjutnya memunculkan spekulasi terkait Gibran Rakabuming Raka, keponakan Ketua MK Anwar Usman, yang baru berusia 36 tahun dan baru saja menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Dalam menghadapi kritik dan kontroversi yang berkembang pasca-putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi secara tidak langsung kini diuji dan disidang oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait dugaan pelanggaran etik oleh beberapa hakim konstitusi, termasuk Ketua MK Anwar Usman. MKMK yang bertugas menilai perilaku dan etika para hakim konstitusi dalam memutuskan perkara ini, memutuskan untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik tersebut.
Sidang perdana dalam rangkaian pemeriksaan etik dimulai pada Selasa, 31 Oktober 2023, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat. MKMK menyelenggarakan pemeriksaan tertutup terhadap Ketua MK Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih, yang semuanya merupakan hakim konstitusi terkait putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK, menyatakan bahwa banyak masalah telah ditemukan saat memeriksa ketiga hakim konstitusi ini. Dalam pernyataannya, Jimly menggambarkan banyaknya “masalah” yang telah muncul selama proses pemeriksaan. Sidang ini tidak hanya menyoroti aspek hukum, tetapi juga aspek etika dan kredibilitas hakim konstitusi dalam mengambil keputusan.
Pemeriksaan oleh MKMK melibatkan tidak hanya hakim konstitusi yang terlibat dalam putusan tersebut tetapi juga pihak-pihak yang melaporkan dugaan pelanggaran etik. Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa pemeriksaan etik tersebut mempertimbangkan aspek-aspek tertentu, termasuk independensi dan integritas hakim konstitusi.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi memiliki tiga kemungkinan sanksi etik yang dapat diberikan kepada para hakim MK jika terbukti melanggar etik dalam putusan MK. Sanksi-sanksi ini mencakup teguran, peringatan, dan pemberhentian. Sanksi pemberhentian dapat memiliki variasi, yaitu pemberhentian dengan atau tanpa hormat, atau hanya pemberhentian dari jabatan ketua MK. Keputusan mengenai sanksi etik ini akan ditentukan oleh MKMK setelah pemeriksaan selesai.
Para pelapor yang membawa dugaan pelanggaran etik kepada MKMK adalah Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat) Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Mereka menyampaikan tuntutan agar Ketua MK Anwar Usman diberhentikan dengan tidak hormat. Tuntutan ini didasarkan pada dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman dalam putusan terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Petrus Selestinus, perwakilan dari Perekat Nusantara dan TPDI, mengungkapkan bahwa posisi MK saat ini berada dalam titik nadir, yang juga disampaikan oleh MKMK dalam pengadilan etik. Tuntutan pemberhentian dengan tidak hormat diberikan oleh Petrus karena Anwar Usman dianggap melanggar prinsip independensi dan integritas dalam kode etik dan perilaku hakim Mahkamah Konstitusi.
Pemeriksaan MKMK juga melibatkan berbagai pihak seperti Komite Independen Pemantau Pemilu (KIP) dan Advokat Tumpak Nainggolan. Sidang untuk pelapor ini diikuti oleh 16 akademisi hukum yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) dan Denny Indrayana melalui aplikasi Zoom serta LBH Yusuf selaku pelapor.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi berencana untuk melanjutkan proses persidangan etik setiap hari hingga Jumat, 3 November 2023. Mereka akan memeriksa sisa laporan dari 18 pemohon yang sudah terdaftar beserta enam hakim konstitusi lainnya yang belum menjalani sidang pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan dan persidangan etik ini akan menentukan sanksi etik yang akan diberikan kepada para hakim konstitusi yang terlibukan dalam putusan kontroversial tersebut. Putusan MKMK diharapkan dapat memulihkan nama baik hakim konstitusi dan meyakinkan publik tentang independensi dan integritas Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan tugasnya.
Proses ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyaksikan bagaimana lembaga peradilan menjalani proses internal untuk menilai perilaku dan etika para hakim, yang merupakan langkah penting dalam menjaga integritas dan independensi peradilan di Indonesia.(*)
Editor: Aniv