39 Lembaga Riset di Pemerintahan Akan Dilebur ke BRIN


Akurasi.id, Jakarta – Sebanyak 39 lembaga riset di pemerintahan akan dilebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Salah satu yang paling menyorot perhatian publik beberapa waktu terakhir adalah Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan 33 lembaga sudah resmi bergabung dengan BRIN. Adapun enam lembaga lainnya masih dalam proses integrasi.
“Total ada 39 kementerian/lembaga, termasuk eks Kemristek, Batan, BPPT, Lapan, LIPI. Ini mencakup semua eks balitbang (badan penelitian dan pengembangan) maupun unit litbang di kementerian atau lembaga,” kata Handoko lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/1).
Handoko belum membeberkan daftar 39 lembaga riset yang dilebur ke BRIN. Namun, ia menyebut ada 6 badan litbang kementerian yang tidak ikut dilebur, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Perindustrian.
Dia menyampaikan beragam lembaga riset di pemerintahan itu akan berada di bawah BRIN. Pengecualian diberikan kepada sejumlah lembaga riset yang berasal dari lembaga nonstruktural.
“Untuk LNS (lembaga nonstruktural), seperti Komnas HAM, yang diintegrasikan adalah unit riset yang ada di bawah sekjen,” ucap Handoko.
Berdasarkan keterangan di situs resmi BRIN, peleburan lembaga riset ke dalam BRIN merujuk pasal 65 Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021. Pasal itu mengatur integrasi unit kerja yang melaksanakan penelitian, pengembangan,dan penerapan iptek ke BRIN.
Integrasi tersebut disertai pengalihan pegawai negeri sipil dari lembaga awal ke BRIN. Sebanyak 1.205 orang dari 28 kementerian/lembaga diusulkan untuk dialihkan ke BRIN. Sementara itu, sebanyak 1.271 orang dari 6 kementerian/lembaga masih dalam pembahasan pengalihan hingga 30 November 2021.
Pakar Hukum: Peleburan Eijkman ke BRIN Harusnya Diatur Undang-undang
Guru besar hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menilai seharusnya peleburan lembaga riset, termasuk LBM Eijkman, ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) diatur undang-undang.
Asep berpendapat keputusan pemerintah mengatur peleburan itu lewat peraturan presiden (perpes) kurang tepat. Dia menyebut Perpres seharusnya hanya mengatur rincian dari undang-undang, seperti mekanisme anggaran dan pengisian jabatan.
“Prinsip dasar sebuah lembaga, fungsi, kewenangan, bahkan kalau perlu ada kriteria SDM dan anggaran, itu penting (dalam UU), nanti dijalankan oleh perpres, kalau kita menganggap riset penting,” kata Asep saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (4/1).
Asep berkata pemerintah seharusnya menggunakan undang-undang jika memang serius membenahi riset. Pasalnya, aturan undang-undang lebih kuat dibandingkan dengan perpres.
“Kalau sekadar formalitas, jangankan perpres, permen (peraturan menteri) pun enggak masalah karena hanya asal ada. Kalau kita serius, pimpinan negara kita kuat, hemat saya minimal UU,” ujarnya.
Meski demikian, Asep menilai aturan tersebut sulit dibatalkan lewat Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MA). Dia menyebut Perpres 78/2021 tentang BRIN dibentuk atas kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang tercantum dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Asep mengatakan banyak gugatan uji materi terkait open legal policy (OLP) ditolak pengadilan. Hal itu disebabkan oleh irisan wilayah kerja lembaga negara.
“Banyak gugatan yang sifatnya OLP ditolak. Kenapa? Ya, ini urusan pemerintah, bukan urusan yudisial menguji kebijakan OLP ini,” ujarnya.
Sebelumnya, LBM Eijkman dilebur ke dalam BRIN. Lembaga itu saat ini bernamaPusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.
Peleburan itu merujuk pasal 65 Perpres 78 Tahun 2021 mengenai peralihan berbagai lembaga penelitian dan pengembangan negara ke dalam BRIN. Selain Eijkman, beberapa lembaga yang sudah melebur ke dalam BRIN adalah Lapan, LIPI, Batan, dan BPPT. (*)
Sumber: CNNIndonesia.com
Editor: Redaksi Akurasi.id