

Akurasi.id, Jakarta – Pemerintah Jepang memprotes dan meminta kebijakan pemerintah Indonesia terkait larangan ekspor batu bara bisa dicabut. Permintaan tersebut sudah disampaikan Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji yang menyurati Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Arifin Tasrif mengungkapkan awal mula alasan Indonesia mengeluarkan larangan ekspor batu bara yang diberlakukan mulai 1 Januari sampai 31 Januari 2022.
“Sejak agustus tahun lalu harga batu bara meningkat cukup tinggi, kecenderungan pengusaha batu bara di Indonesia itu ingin mengekspor,” kata Arifin saat pertemuan bilateral dengan Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang, Senin (10/1).
Arifin menjelaskan pemerintah sudah membuat aturan Domestic Market Obligation atau DMO yang harus dipenuhi oleh pengusaha. Ia mengatakan sebelum larangan ekspor diambil, pasokan batu bara di Indonesia sedang krisis. Sehingga larangan ekspor harus dilakukan.
“Dari batu bara kalau kurang suplai itu akan mengakibatkan Indonesia lose kurang lebih 10 ribu megawatt dan itu kurang lebih 20 persen daripada konsumsi listrik Indonesia dan ini sangat kritis dan akan memberikan dampak,” ujar Arifin.
“Nah itu makanya kita melakukan penyetopan sementara. Sementara kita di dalam negeri kita penuhi (pasokan batu bara),” tambahnya.
Saat ini pemerintah dan pengusaha juga sedang gencar melakukan pertemuan membahas larangan ekspor batu bara tersebut. Ia berharap segera ada keputusan mengenai kebijakan baru yang akan diambil.
Selain itu, Arifin memastikan akan bekerja sama dengan negara lain seperti Jepang dalam menyelesaikan persoalan batu bara dan energi lainnya. Sehingga kendala-kendala yang saat ini dihadapi bisa diselesaikan.
“Selain masalah suplai juga masalah iklim. Iklim kita sedang musim hujan,” tutur Arifin.
Sebelumnya, Dubes Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji menganggap kebijakan larangan ekspor batu bara berdampak pada negaranya karena diputuskan secara tiba-tiba. Apalagi selama ini Jepang mengimpor 2 juta ton batu bara per bulannya dari Indonesia untuk industri di negaranya, termasuk pembangkit listrik dan manufaktur.
Belum lagi, saat ini di Jepang tengah musim dingin. Kebutuhan listrik semakin meningkat. Kondisi ini membuat investor yang tergabung dalam Jakarta Japan Club (JJC) khawatir.
“Karena itu, saya ingin meminta segera pencabutan larangan ekspor batu bara ke Jepang,” kata dia dalam surat ke Arifin Tasrif yang diterima kumparan, Kamis (6/1).
Kenji menegaskan, seharusnya pemerintah Indonesia tidak perlu melarang ekspor batu bara, karena Jepang selama ini mengimpor komoditas emas hitam ini dengan kalori tinggi (High Caloricif Value/HVC). Sedangkan pembangkit listrik PLN menggunakan batu bara berkalori rendah (Low Caloricif Value/LCV).
“Artinya, ekspor HCV ke Jepang tidak berpengaruh signifikan terhadap pasokan batu bara untuk PLN,” lanjut Kenji.
Masalah lain yang timbul dari kebijakan pelarangan ekspor batu bara, kata Kenji, adalah tidak bisa berlayarnya kapal-kapal besar Jepang di pelabuhan Indonesia. Setidaknya ada lima kapal pengangkut batu bara yang menunggu berangkat ke Jepang saat ini.
“Saya juga ingin meminta secara khusus agar izin keberangkatan untuk kapal-kapal yang siap berangkat ini segera diterbitkan,” ujar dia.
Kenji ingin Arifin Tasrif mempertimbangkan permohonan Jepang atas masalah ini. Apalagi hubungan ekonomi kedua negara sudah terjalin baik selama ini. (*)
Sumber: Kumparan.com
Editor: Redaksi Akurasi.id