HeadlineTrending

Kontroversi Khotbah Pendeta Gilbert Lumoindong, Persoalan Penistaan Agama Kembali Memanas

Loading

Akurasi-Nasional. Jakarta, Indonesia – Pendeta Gilbert Lumoindong kembali menjadi sorotan setelah Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) melaporkan beliau ke Polda Metro Jaya atas dugaan penistaan agama. Laporan ini, yang tercatat pada tanggal 25 April 2024 dengan nomor LP/B/2223/IV/2024/SPKT, menambah panjang daftar kontroversi yang telah mengikutinya.

Gilbert Lumoindong, yang dikenal dengan khotbahnya yang karismatik, mendapat kecaman keras karena komentar-komentarnya yang dianggap menghina praktik zakat dan salat dalam Islam. Komentar tersebut, yang disampaikan dalam sebuah khotbah yang kemudian viral di media sosial, membandingkan praktik-praktik tersebut dengan ibadah dalam agama Kristen.

Ketua Umum PITI, Ipong Wijaya Kusuma, menyatakan bahwa tindakan Gilbert Lumoindong telah melampaui batas dan menyakitkan umat Muslim. “Kami tidak bisa tinggal diam melihat penistaan terhadap agama yang dilakukan secara terbuka,” ujar Ipong saat mengajukan laporan di Mapolda Metro Jaya.

Tanggapan dan Langkah Hukum

Menanggapi tuduhan tersebut, Pendeta Gilbert telah mengeluarkan permintaan maaf publik dan berjanji akan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pesan-pesannya di masa depan. “Kami menyatakan penyesalan atas rasa sakit yang telah ditimbulkan dan berkomitmen untuk memperbaiki cara kami berkomunikasi,” kata Gilbert dalam sebuah pernyataan.

Jasa SMK3 dan ISO

Hukum Indonesia sangat ketat dalam menangani kasus penistaan agama, yang terangkum dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kasus ini masih dalam proses penyelidikan oleh Polda Metro Jaya, dengan pihak kepolisian aktif mengumpulkan bukti dan keterangan dari saksi-saksi.

Reaksi Masyarakat dan Pemuka Agama

Kasus ini telah menarik perhatian luas, tidak hanya dari komunitas Muslim tetapi juga dari berbagai kelompok masyarakat yang prihatin dengan keharmonisan antar-umat beragama di Indonesia. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, mengingatkan semua pihak untuk menjaga ucapan dan tindakan yang dapat memicu konflik keagamaan.

“Kami menyerukan kepada semua pemuka agama dan masyarakat untuk saling menghormati dan menjaga kedamaian sosial,” ujar KH Cholil. “Situasi seperti ini harus dijadikan pelajaran agar kita lebih berhati-hati dalam menyampaikan opini atau pandangan kita, terutama yang berkaitan dengan isu sensitif seperti agama.”

Kontroversi yang melibatkan Pendeta Gilbert Lumoindong membuka diskusi lebih luas tentang pentingnya toleransi dan empati antar umat beragama di Indonesia. Ke depan, kesadaran dan kehati-hatian dalam berbicara tentang agama akan menjadi kunci untuk menjaga keutuhan sosial dan keharmonisan nasional.(*)

Penulis: Ani
Editor: Ani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button