Kabar Politik

Ledakan Kasus Covid-19 Kaltim Kian Menjadi, DPRD Kaltim Wanti-Wanti Pentingnya Prokes 5M

Loading

Ledakan Kasus Covid-19 Kaltim Kian Menjadi, DPRD Kaltim Wanti-Wanti Pentingnya Prokes 5M
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Ya’qub mengingatkan pentingnya 5M cegah Covid-19. (Devi Nila Sari/Akurasi.id)

Ledakan Kasus Covid-19 Kaltim Kian Menjadi, DPRD Kaltim Wanti-Wanti Pentingnya Prokes 5M. Rusman Ra’qub mengingatkan pengawasan terhadap pelaksanaan isolasi mandiri hingga dengan keberadaan OTG. Termasuk pentingnya penegakan aturan terhadap prokes itu sendiri.

Akurasi.id, Samarinda – Peningkatan angka terkonfirmasi positif Covid-19 membuat para anggota DPRD Kaltim juga ikut khawatir. Legislatif mengingatkan penyebaran wabah Covid-19 lewat orang tanpa gejala (OTG). Untuk itu, pelaksanaan isolasi mandiri hingga kepatuhan publik dalam menjalankan 5M (Menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas) diminta benar-benar diperhatikan.

Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Ya’qub mengatakan, penanganan kasus OTG patut lebih diperhatikan. Mengingat tidak adanya kontrol pemerintah maupun Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 terhadap penanganan kasus OTG. Karena itu bisa jadi penyebab ledakan kasus Covid-19 Kaltim.

“Boleh isolasi mandiri atau tidak. Seandainya isolasi mandiri persyaratannya seperti apa. Kalau dia isolasi mandiri. Kalau dia ketat dalam melaksanakan isolasi mandiri. Kalau dia jalan-jalan seperti apa,” terangnya belum lama ini.

Jasa SMK3 dan ISO

“Terkadang biasanya positif tapi dia OTG jalan ke mana-mana, kan orang-orang di sekitarnya tidak tahu akan hal itu. Kan bisa menyebabkan cluster baru,” imbuhnya.

Jika tidak ada isolasi mandiri, dia berkata, maka pilihannya adalah isolasi terpusat. Namun, yang menjadi pertimbangan kemudian adanya kendala dalam kemampuan fasilitas kesehatan (faskes) yang tersedia.

Ia mengatakan, isolasi mandiri memiliki syarat-syarat tertentu. Misalnya harus memiliki kamar yang digunakan sendiri. Tanpa ada orang lain di dalamnya. Begitupun terkait makanan beserta alat-alat yang digunakan. “Siapa yang mengawasi. Harusnya Satgas Covid-19, tapi tidak bisa, tenaganya tidak sanggup,” tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, yang lebih berbahaya, yang bersangkutan sudah melakukan rapid test antigen. Namun, yang menjadi pertanyaan apakah alat tes antigen yang dimaksud valid. Mengingat rapid test antigen memiliki sensitivitas maksimal 94 persen dan spesifisitas lebih dari 97 persen dengan tingkat negatif palsu tinggi.

“Kalau antigen saja sekarang WHO sudah tidak pakai. Karena tingkat akurasinya tidak memadai, yang dicari adalah tes dengan tingkat akurasi lebih tinggi,” tuturnya.

Kemudian yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah akses jangkauannya. Menurutnya, hal-hal yang berkaitan dengan Covid-19 tidak sesederhana yang dibayangkan masyarakat. Di sisi lain, tingkat kepatuhan publik dalam menjalankan 5M turut memberikan sumbangsih terkait kenaikan angka terkonfirmasi positif Covid-19.

“Artinya yang tidak terdeteksi itu sebenarnya angkanya lebih besar daripada itu. Angka terkonfirmasi positif Covid-19 yang dirilis itu nilainya bisa 3 kali lebih besar. Karena masih banyak orang yang positif namun belum dikofirmasi,” tukasnya. (*)

Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Dirhanuddin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button