
Akurasi.id – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa sebanyak 571.410 rekening penerima bantuan sosial (bansos) terindikasi digunakan untuk aktivitas judi online (judol), bahkan hingga pendanaan terorisme dan tindak pidana korupsi. Seluruh rekening tersebut telah diblokir demi mencegah penyalahgunaan dana negara.
“Jika terkait bansos, sudah terverifikasi berdasarkan NIK. Mau sadar atau tidak, intinya uang bansos tidak boleh dipakai judol,” ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana kepada wartawan, Sabtu (12/7).
Dari 28,4 juta penerima bansos yang dianalisis, PPATK menemukan bahwa sekitar 7,5 juta transaksi mencurigakan bernilai hampir Rp957 miliar dilakukan oleh lebih dari 571 ribu penerima bansos. Temuan ini hanya berdasarkan data dari satu bank, sehingga jumlah sebenarnya bisa jauh lebih besar.
Ivan menyebut sebagian rekening sudah diverifikasi ulang dan sejumlah penerima datang langsung ke bank untuk menyelesaikan permasalahan. Namun, ia menegaskan bahwa dana bansos tidak boleh disalahgunakan untuk kegiatan ilegal.
Manipulasi Data dan Penyimpangan Identitas
Salah satu temuan penting PPATK adalah adanya ketidaksesuaian antara nama pemilik rekening dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos. Indikasi ini membuka kemungkinan manipulasi data atau pemalsuan identitas demi mendapatkan bantuan yang tidak seharusnya.
Selain itu, ditemukan pula rekening dorman (tidak aktif) dan rekening dengan saldo jutaan rupiah, padahal ditujukan untuk warga miskin. Ini menandakan adanya kelemahan sistem verifikasi dan validasi data dalam penyaluran bansos.
Reaksi Publik dan Tanggapan Parlemen
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanul Haq meminta agar bansos kepada individu yang terbukti berjudi online segera dihentikan. “Negara tidak boleh membiayai gaya hidup yang merusak,” tegasnya.
Namun, ia juga mengingatkan pentingnya verifikasi akurat sebelum menjatuhkan sanksi, untuk menghindari kesalahan dan pelanggaran hak warga negara.
Penyebab Sosial dan Solusi Pemerintah
Fenomena ini menunjukkan bahwa judi online kerap menjadi pelarian bagi masyarakat di bawah tekanan ekonomi. Meskipun bukan pembenaran, tekanan hidup bisa menjadikan judi tampak seperti solusi cepat, meski akhirnya memperparah kondisi kemiskinan.
PPATK dan sejumlah pengamat menyoroti pentingnya literasi keuangan dan pendidikan moral sebagai langkah jangka panjang untuk mencegah penyalahgunaan bansos. Selain itu, pemerintah diimbau memperkuat program pemberdayaan ekonomi agar penerima bansos bisa mandiri dan “lulus” dari ketergantungan bantuan.
Sesuai Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2025, distribusi bansos ke depan harus berbasis pada Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), demi mencegah penyaluran yang tidak tepat sasaran.
Di luar faktor sistem, masalah ini juga mengarah pada poverty mindset atau mental miskin sikap yang selalu merasa kurang, konsumtif, dan bergantung pada bantuan, meskipun secara ekonomi sudah mampu.
Tanpa perubahan paradigma ini, program bansos yang bertujuan mulia bisa berubah menjadi “mesin pasif” yang justru menghambat kemandirian. Diperlukan sinergi antara ketegasan hukum, reformasi data, pemberdayaan ekonomi, dan pendidikan nilai untuk menyembuhkan masyarakat dari jerat kemiskinan struktural dan mental.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy