Hukum & KriminalTrending

Taruna Malaysia Tewas Disiksa Rekannya, Enam Pelaku Divonis Mati oleh Pengadilan Banding

Hukuman Mati Dijatuhkan Setelah Tujuh Tahun Kasus Berlangsung

Loading

Akurasi.id – Pengadilan Banding Malaysia menjatuhkan hukuman mati terhadap enam pelaku penyiksaan yang menyebabkan tewasnya Zulfarhan Osman Zulkarnain, seorang taruna Angkatan Laut Universitas Pertahanan Nasional Malaysia (UPNM). Vonis ini diumumkan pada Kamis, 24 Juli 2024, meskipun kasus tragis ini telah terjadi tujuh tahun lalu, tepatnya pada 22 Mei 2017.

Menurut laporan dari media lokal Malaysia, The Star, Hakim Hadhariah Syed Ismail menyatakan bahwa kejahatan terhadap Zulfarhan sangat mengerikan dan langka, sehingga hanya hukuman mati yang pantas diberikan. Zulfarhan meninggal akibat luka bakar di sekujur tubuhnya, termasuk di bagian intim, yang menyebabkan kematiannya pada 1 Juni 2017 di Rumah Sakit Serdang.

“Kami sepakat dengan jaksa bahwa cara pembunuhan ini ‘mengejutkan tidak hanya hati nurani yudisial tetapi juga hati nurani kolektif masyarakat’,” ujar Hakim Hadhariah saat membacakan putusan setebal 93 halaman pada Rabu, 22 Juli 2024.

Banding dan Hukuman Berat

Enam mantan taruna UPNM, yang sebelumnya divonis 18 tahun penjara atas kematian Zulfarhan, mengajukan banding untuk mengurangi hukuman mereka. Namun, jaksa penuntut mengajukan banding silang untuk menuntut hukuman mati. Para pelaku tersebut adalah Muhammad Akmal Zuhairi Azmal, Muhammad Azamuddin Mad Sofi, Muhammad Najib Mohd Razi, Muhammad Afif Najmudin Azahat, Mohamad Shobirin Sabri, dan Abdoul Hakeem Mohd Ali.

Jasa SMK3 dan ISO

Hakim Hadhariah juga menyampaikan empatinya terhadap orang tua Zulfarhan yang harus menerima jasad anaknya dalam kondisi mengenaskan. “Hanya Allah yang tahu betapa hancurnya hati mereka melihat anaknya diperlakukan seperti itu,” katanya.

Dalam video yang beredar, tampak kedua orang tua Zulfarhan melakukan sujud syukur saat keluar dari pintu pengadilan.

Keputusan Pengadilan dan Implikasi Hukum

Hakim Hadhariah menolak banding keenam terdakwa dan mengabulkan banding jaksa untuk mengembalikan dakwaan Pasal 302 KUHP, dengan alasan bahwa hakim pengadilan rendah telah keliru dalam menurunkan dakwaan mereka. “Kami memutuskan secara bulat bahwa hanya ada satu hukuman untuk semua terdakwa, yaitu hukuman mati dengan cara digantung,” ujar Hakim Hadhariah, seperti dikutip dari The Star.

Hakim lainnya dalam panel adalah Mohamed Zaini Mazlan dan Azmi Ariffin. Lima terdakwa pertama awalnya didakwa dengan pembunuhan berdasarkan Pasal 302 yang membawa hukuman mati wajib, sementara Abdoul Hakeem didakwa bersekongkol membunuh berdasarkan Pasal 109 dengan hukuman yang sama. Namun, Pengadilan Tinggi kemudian mengubah dakwaan menjadi Pasal 304(a) dan memvonis mereka pada 2 November 2021 karena menyebabkan kematian Zulfarhan tanpa niat membunuh.

Selain itu, pengadilan juga memutuskan banding dari 12 mantan mahasiswa UPNM lainnya yang divonis tiga tahun penjara karena sengaja menyebabkan cedera pada Zulfarhan untuk memaksa pengakuan bahwa ia mencuri laptop. Panel hakim mengabulkan banding jaksa untuk memperberat hukuman dan menolak banding kelompok tersebut untuk keringanan hukuman. “Kami secara bulat menemukan bahwa faktor-faktor yang memberatkan mengalahkan faktor pribadi terdakwa. Dalam pandangan kami, hukuman yang pantas adalah empat tahun penjara,” kata Hakim Hadhariah.

Para mantan mahasiswa tersebut, semuanya berusia 28 tahun, didakwa melakukan pelanggaran di Asrama Jebat, UPNM, antara pukul 04.45-05.45 pagi waktu setempat pada 22 Mei 2017.

Kasus ini menyoroti pentingnya keadilan dalam sistem hukum Malaysia dan memberikan pelajaran berharga tentang kejamnya tindakan kekerasan antar mahasiswa. Hukuman berat yang dijatuhkan diharapkan dapat menjadi peringatan bagi masyarakat agar kejadian serupa tidak terulang kembali.(*)

Penulis: Nicky
Editor: Willy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button