HeadlinePeristiwa

MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, Pemilu Serentak 5 Kotak Dihapus Mulai 2029

Alasan MK: Hindari Kejenuhan Pemilih dan Perkuat Kualitas Demokrasi

Loading

Akurasi.id – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan bahwa pelaksanaan Pemilu nasional dan Pemilu daerah akan dipisahkan mulai tahun 2029. Putusan ini sekaligus menghapus skema Pemilu serentak “lima kotak” yang selama ini digunakan dalam pemilu di Indonesia.

Putusan yang tercantum dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 itu mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang meminta agar penyelenggaraan Pemilu nasional dan Pemilu daerah dipisahkan dengan jarak waktu tertentu.

Pemilu Dipisah dengan Jeda Maksimal 2,5 Tahun

Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa pelaksanaan Pemilu nasional yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden harus dipisahkan dari Pemilu daerah yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah. Jarak waktu antara keduanya ditetapkan paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota legislatif pusat atau Presiden dan Wakil Presiden.

“Menyatakan Pasal 3 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2015 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (26/6/2025).

Jasa SMK3 dan ISO

Alasan MK: Fokus, Kualitas, dan Efisiensi

Dalam pertimbangannya, MK menekankan bahwa penyelenggaraan pemilu yang terlalu berdekatan menyebabkan pemilih jenuh, fokus terpecah, dan menurunkan kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat. Selain itu, beban kerja penyelenggara pemilu juga menumpuk dalam waktu yang singkat dan menyebabkan masa jabatan menjadi tidak efisien.

Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyatakan bahwa Pemilu lima kotak justru “menenggelamkan” isu pembangunan daerah di tengah hiruk-pikuk isu nasional. “Fokus pembangunan daerah harus tetap menjadi perhatian utama dan tidak boleh dikaburkan oleh agenda politik nasional,” tegasnya.

Dampak bagi Partai Politik

MK juga menyoroti dampak buruk keserentakan Pemilu terhadap pelembagaan partai politik. Menurut Hakim Konstitusi Arief Hidayat, jadwal pemilu yang terlalu rapat mendorong partai politik untuk bersikap pragmatis dan lebih mengutamakan popularitas daripada kualitas kader dalam proses pencalonan.

“Akibatnya, pemilu menjadi bersifat transaksional dan jauh dari prinsip demokratis yang ideal,” jelas Arief.

Langkah Awal Reformasi Pemilu

Putusan MK ini menjadi langkah awal reformasi besar terhadap sistem pemilu Indonesia. MK menekankan bahwa model pemilihan kepala daerah yang selama ini dijalankan tetap konstitusional, namun penyusunan jadwal harus diatur ulang agar pemilu lebih berkualitas dan tidak memberatkan penyelenggara maupun pemilih.

Mahkamah juga mendorong pembentuk undang-undang untuk segera menyesuaikan peraturan terkait, termasuk melakukan revisi atas UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang belum diperbarui sejak Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019.

Dengan keputusan ini, Pemilu serentak yang sebelumnya digelar dalam satu hari akan diganti dengan dua gelombang pemilu: nasional dan daerah, yang akan dimulai pada Pemilu 2029.(*)

Penulis: Nicky
Editor: Willy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button