
Akurasi.id – Suara dentuman keras dan kemunculan bola api di langit Cirebon, Jawa Barat, Minggu (5/10/2025) malam, membuat warga geger. Peneliti Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Thomas Djamaluddin, memastikan fenomena tersebut berasal dari meteor berukuran sekitar 3–5 meter yang melintas di wilayah Kuningan dan Cirebon.
Dentuman Keras dan Bola Api di Langit Cirebon
Sekitar pukul 19.00 WIB, warga di Kecamatan Lemahabang, Cirebon Timur, dikejutkan suara dentuman keras yang terdengar hingga belasan kilometer. Sejumlah warga juga mengaku melihat bola api melintas di langit sebelum akhirnya menghilang di cakrawala.
Thomas Djamaluddin menjelaskan, berdasarkan data dari BMKG Cirebon, dentuman tersebut terdeteksi melalui getaran di Stasiun Astanajapura (ACJM) pada pukul 18:39:12 WIB dengan arah barat daya. Selain itu, rekaman CCTV dan kesaksian warga Tasikmalaya yang melihat objek bercahaya di langit turut memperkuat analisis bahwa sumber suara tersebut adalah meteor.
“Berdasarkan fakta-fakta tersebut, saya menyimpulkan fenomena dentuman di Cirebon dan sekitarnya adalah meteor cukup besar yang melintas dari arah barat daya di selatan Jawa ke wilayah Kuningan dan Kabupaten Cirebon sekitar pukul 18.35–18.39 WIB,” ujar Thomas dalam analisisnya di blog pribadi, Senin (6/10).
Meteor Berukuran 3–5 Meter Menyebabkan Gelombang Kejut
Fenomena meteor Cirebon ini diakui Thomas mirip dengan peristiwa meteor Bone di Sulawesi Selatan pada 2009, namun dengan skala lebih kecil. Jika meteor Bone saat itu memiliki ukuran sekitar 10 meter dan menimbulkan dentuman hingga jarak 10 km, maka meteor Cirebon diperkirakan berdiameter 3–5 meter saja.
“Meteor Cirebon ukurannya lebih kecil, namun cukup menimbulkan gelombang kejut,” jelas Thomas.
Ia menambahkan, dentuman keras yang terdengar kemungkinan besar terjadi karena meteor menghantam laut setelah melintas di atmosfer.
Menurut Thomas, fenomena seperti ini tergolong wajar dan tidak perlu dikhawatirkan. Sebagian besar meteor yang masuk atmosfer bumi akan terbakar habis sebelum mencapai permukaan, dan probabilitas jatuh di kawasan berpenghuni sangat kecil.
“Tidak ada yang bisa memprakirakan kapan meteor jatuh ke bumi, khususnya di permukiman. Probabilitasnya kecil karena wilayah berpenghuni jauh lebih sedikit dibandingkan wilayah tak berpenghuni seperti laut atau hutan,” ujarnya.
Fenomena meteor Cirebon menjadi pengingat betapa dinamisnya aktivitas luar angkasa yang dapat berinteraksi langsung dengan bumi. Meskipun menimbulkan kehebohan sesaat, peristiwa ini sekaligus memperkaya kajian ilmiah mengenai benda langit yang melintas di atmosfer Indonesia.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy