BirokrasiTrending

Bapenda Bontang Bidik Potensi Pajak Air Tanah, Belum Setahun Sudah Sumbang Rp6,5 Miliar

Loading

Banner Bapenda Bontang

Bapenda Bontang Bidik Potensi Pajak Air Tanah, Belum Setahun Sudah Sumbang Rp6,5 Miliar
Kepala Bapenda Kota Bontang Sigit Alfian membicarakan potensi pajak air tanah saat ditemui di ruang kerjanya. (Muhammad Budi Kurniawan/Akurasi.id)

Bapenda Bontang bidik potensi pajak air tanah, belum setahun sudah sumbang Rp6,5 miliar. Apalagi pemanfaatan atas air tanah telah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Akurasi.id, Bontang – Pajak air tanah kini menjadi salah satu objek pajak yang sedang coba digarap Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bontang untuk meningkatkan sumber pendapatan pemerintah. Karena pajak air tanah dinilai memiliki potensi yang cukup besar jika digali secara serius lewat dukungan sistem dan regulasi yang mumpuni.

Baca juga: Bapenda Bontang Turunkan Target Pajak Selama Pandemi

Kepala Bapenda Bontang Sigit Alfian menyebutkan, dari target yang ditetapkan sebesar Rp7,3 miliar, setidaknya sudah berhasil mengumpulkan Rp6,5 miliar dari target pajak air tanah yang dibidik pihaknya pada tahun ini.

Jasa SMK3 dan ISO

Pajak itu terkumpul dalam kurun waktu Januari dan November 2020. Artinya, untuk merealisasikan target itu bukan hal yang mustahil. Mengingat masih ada sejumlah spot pajak air tanah yang masih didata dan digarap Bapenda Bontang.

“Realisasi pajak air tanah pada tahun ini sudah sebesar Rp6,5 miliar dari target Rp7,3 miliar. Bila dipresentasikan, realisasinya sudah sebesar 89,27 persen. Kami optimis bisa mencapai target itu sampai akhir tahun ini,” kata Sigit penuh keyakinan, Selasa (10/11/2020) lalu.

Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa pajak air tanah adalah pengambilan atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dan kepentingan sosial.

Adapun nilai perolehan air tanah dinyatakan dalam rupiah dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor, yakni jenis sumber air, lokasi sumber air, dan tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air.

Termasuk volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan, kualitas air, tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air, musim pengambilan air, hingga dengan luas areal tempat pengambilan air.

“Dasar acuan atas pajak air tanah adalah Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” ungkapnya.

Sigit menyebutkan, mengingat penggunaan air tanah ini tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga perusahaan untuk kepentingan usaha, maka untuk membatasi penggunaan air tanah yang berlebihan terutama untuk tujuan komersil, maka pemerintah menetapkan pengenaan pajak atas hal itu. Sasaran utama atas kebijakan itu adalah perusahaan.

“Mulai dari perusahaan hingga hotel punya sumur-sumur industri. Itu harus ada izinnya dari dinas terkait. Apabila tidak ada izinnya, ya tidak boleh menggunakan air tanah secara komersil. Sementara untuk rumah tangga itu tidak ditarik,” tutupnya. (*)

Penulis: Muhammad Budi Kurniawan
Editor: Dirhanuddin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button