EkonomiHeadlineRagam

Bank Dunia Sebut Harga Beras di Indonesia Paling Mahal se-ASEAN, Begini Tanggapan Mentan

Loading

Bank Dunia melaporkan bahwa harga beras di Indonesia paling mahal se-ASEAN. Kondisi ini tentu dipengaruhi sejumlah faktor. Kondisi geografis Indonesia turut menjadi faktor pendukungnya.

Akurasi.id, Jakarta – Bank Dunia melaporkan bahwa harga eceran beras di Indonesia secara konsisten merupakan yang tertinggi dibanding negara-negara anggota ASEAN lainnya. Kondisi ini telah terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Hal tersebut dipaparkan dalam laporan Bank Dunia bertajuk Indonesia Economic Prospect (IEP) edisi Desember 2022. Tentang risiko yang penting untuk dikelola terkait lonjakan harga pangan di Indonesia.

“(Harga beras di Indonesia) 28 persen lebih tinggi dari harga beras di Filipina. Bahkan, harganya dua kali lipat lebih mahal dibandingkan harga beras di Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand,” demikian bunyi laporan Bank Dunia sebagaimana dikutip VOA, Selasa (20/12/2022).

Jasa SMK3 dan ISO

Laporan Bank Dunia menyebutkan, mahalnya harga beras di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor. Terutama kebijakan pemerintah yang mendukung harga pasar bagi produsen di sektor pertanian.

“Kebijakan ini meliputi pembatasan perdagangan. Misalnya, tarif impor, pembatasan kuantitatif, monopoli impor BUMN untuk komoditas utama, dan tindakan non-tarif lainnya. Dan (kebijakan) pembelian harga minimum di tingkat petani misalnya, untuk beras,” jelas Bank Dunia.

Rantai Pasokan dan Biaya Distribusi Tinggi Jadi Penyebab Mahalnya Harga Beras

Lebih jauh, Bank Dunia menjelaskan, faktor lain yang menunjang tingginya harga beras di Indonesia adalah kurangnya investasi jangka panjang dalam riset dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).

“Rantai pasokan yang panjang dan biaya distribusi tinggi di sebagian wilayah Indonesia. Mengingat kondisi geografis yang cukup kompleks, juga turut mempengaruhi harga beras,” demikian bunyi laporan tersebut.

Laporan Bank Dunia juga menyebutkan, bahwa harga beras yang tinggi ini berkontribusi terhadap laju inflasi di tanah air. Bank Dunia mencatat, inflasi yang bersumber dari pangan secara tahunan telah menyentuh level tertinggi dalam 8 tahun terakhir pada Juli 2022 yakni sebesar 10,3 persen. Meskipun akhirnya inflasi pangan ini turun menjadi 6,9 persen pada Oktober 2022.

Menurut Bank Dunia, inflasi pangan di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh beras. Melainkan beberapa kmoditas lain, termasuk cabai, bawang merah, daging, telur, kedelai, gandum, dan minyak goreng.

Untuk memitigasi dampak inflasi pangan terhadap masyarakat ini, kata Bank Dunia. Pemeritah perlu mengambil sejumlah langkah termasuk investasi jangka panjang untuk mengatasi tiga tantangan ketahanan pangan.

Tiga tantangan tersebut yakni ketersediaan pangan (pasokan yang memadai), akses pangan (akses ekonomi di tingkat rumah tangga) dan stabilitas pangan dari waktu ke waktu.

“Namun, untuk memperkuat ketahanan pangan dalam jangka panjang. Perlu kebijakan yang fokus pada perbaikan gizi, penurunan harga pangan, peningkatan keterjangkauan (akses masyarakat), dan peningkatan ketahanan pangan,” tambahnya.

Respon Kementan

Menyikapi laporan Bank Dunia ini, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo membantah. Menurutnya, selama ini harga beras di tanah air tidak pernah sekalipun di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

“Kita nomor dua terendah yang ada di Asia bahkan. Oleh karena itu, itu data juga mungkin akan segera dikoreksi oleh mereka (Bank Dunia). Data mana dia pakai? Kalau dalam saat sorted seperti ini, kita lagi menanam tentu harga juga terjadi kontraksi-kontraksi seperti itu. Tetapi, secara umum belum pernah di atas HPP yang kita tetapkan. Belum pernah di atas Rp12.500 (per kg),” ungkap Mentan.

Meski begitu, Mentan juga tidak menyebut bahwa laporan dari Bank Dunia keliru. Ia mempertanyakan kapan Bank Dunia mengambil berbagai data terkait harga beras ini. Termasuk basis data mana yang Bank Dunia pakai dalam merilis hasil laporan tersebut.

“Prosesnya pada waktu apa? Kalau waktu sekarang ini dalam November, Desember itu kan waktu sorted untuk kita. Lagi menanam. 10 juta hektare, gak gampang ini menanam. Untuk itu, kalau cari beras pada saat itu, harganya naik. Kalau mau beli beras yang tepat itu, pada saat Maret-April-Juli-Agustus. Itu pasti harganya (baik) karena kita lagi puncak (panen),” tambah Mentan. (gi/ab)

Penulis: Pewarta
Editor: Devi Nila Sari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button