CorakHeadline

Wartawan dan Media Dibungkam-Diintimidasi, PWI Kaltim: Mencederai Semangat Kemerdekaan Pers

Loading

PWI Kaltim minta kepada semua pihak untuk menghentikan segala bentuk “serangan” kepada wartawan sebagai pekerja pers maupun media sebagai lembaga pers. Karena kemerdekaan pers telah terjamin dalam Undang-Undang.

Akurasi.id, Samarinda – Pekerjaan selaku insan pers dapat dikatakan susah-susah gampang. Dalam kaca mata masyarakat umum, profesi ini mungkin terbilang mudah. Setelah memperoleh bahan berita, tinggal tulis dan pekerjaan selesai.

Namun, faktanya, wartawan hingga perusahaan media kerap mendapat upaya intimidasi maupun pembungkaman. Bahkan, di sejumlah kasus serius, tak jarang insan pers mendapat aksi kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga meregang nyawa.

Oleh karena itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, Endro S. Efendi didampingi Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Abdurrahman Amin, meminta kepada semua pihak untuk menghentikan segala bentuk “serangan” kepada wartawan sebagai pekerja pers maupun media sebagai lembaga pers.

Jasa SMK3 dan ISO

Sebab, ia tak memungkiri, akhir-akhir ini terjadi upaya intimidasi, pembungkaman secara terstruktur, hingga bentuk kriminalisasi yang para pekerja pers alami secara personal, maupun perusahaan media secara kelembagaan.

“Upaya-upaya itu mencederai semangat kemerdekaan pers,” katanya.

PWI Kaltim Ingatkan Kemerdekaan Pers Dijamin Undang-Undang

Padahal, kemerdekaan pers telah terjamin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999. Selain itu, pers juga merupakan pilar keempat demokrasi.

“Ibarat kaki kursi, pers harus ikut menopang keberadaan kursi itu. Tapi kalau kaki keempat kursi ini dipotong, ya bisa dibayangkan akan mudah jatuh. Karena itu, posisi pers adalah mitra sejajar. Sehingga harus dimaknai sebagai kemitraan yang sama-sama bertanggung jawab, bukan memegang kendali satu sama lain,” jelasnya.

Kemudian, kemerdekaan pers juga telah terjamin dalam tiga pasal pertama dari 11 pasal dalam kode etik jurnalistik (KEJ) mengandung penekanan terhadap profesionalisme dan menerapkan asas praduga tak bersalah dalam setiap pemberitaannya. Artinya, wartawan tidak boleh mencampurkan fakta dan opini untuk menggiring justifikasi publik terhadap berita tertentu.

Dalam Pasal 1 bahkan menyebutkan wartawan tidak boleh beritikad buruk dalam menjalankan misi jurnalistiknya. Oleh karena itu, dia mengingatkan, bahwa kemerdekaan itu bukanlah bersifat mutlak. Namun harus bersamaan dengan tanggung jawab sosial.

Artinya, setiap kegiatan pers harus menghormati hak asasi setiap orang dan harus bertanggung jawab kepada publik. Pelaksanaan tanggung jawab tertera secara tegas dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) untuk wartawan.

“Poin ini seharusnya menjadi dorongan utama bagi wartawan sebelum bekerja dan sebelum menerbitkan setiap berita yang akan tayang. Jadi sandaran kita dalam bekerja adalah hati nurani. Jangan menyerang karena tendensi apalagi sifatnya personal,” ucapnya.

Di bagian lain, dia juga mengingatkan, posisi pers atau media yang selama ini bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam hal kontrak pemberitaan. Ia menegaskan, hal tersebut bukan alasan bagi media untuk tidak mengkritisi jalannya pemerintahan.

“Media memang berkewajiban menyampaikan setiap program-program pembangunan yang pemerintah lakukan melalui kontrak kerja sama itu. Tapi media juga harus siap menyampaikan hal lainnya kepada publik secara objektif,” pungkasnya. (*)

Penulis/Editor: Devi Nila Sari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button