Protes Mahasiswa Didengar, Kenaikan UKT PTN Ditunda Sementara
Nadiem Menegaskan Bahwa Setiap Potensi Kenaikan UKT di Masa Mendatang Harus Mempertimbangkan Asas Keadilan dan Kewajaran

Jakarta, Akurasi.id – Keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi angin segar bagi para mahasiswa yang sebelumnya melakukan protes. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa kenaikan UKT tahun ini dibatalkan setelah menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
Tindakan Pemerintah
Presiden Jokowi menyatakan bahwa kenaikan UKT akan dievaluasi terlebih dahulu sebelum diputuskan untuk diterapkan tahun depan. “Kemungkinan ini akan dievaluasi dulu, kemudian kenaikan setiap universitas akan dikaji dan dikalkulasi sehingga kemungkinan, ini masih kemungkinan, nanti kebijakan di Mendikbud, akan dimulai kenaikannya tahun depan,” ujar Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, pada Senin (27/5).
Peran Mendikbudristek
Menindaklanjuti instruksi Presiden, Nadiem Makarim mengarahkan jajarannya untuk segera mengomunikasikan keputusan ini kepada para rektor PTN. Nadiem menegaskan bahwa setiap potensi kenaikan UKT di masa mendatang harus mempertimbangkan asas keadilan dan kewajaran. “Kalaupun ada kenaikan UKT, harus dengan asas keadilan dan kewajaran dan itu yang akan kita laksanakan,” tegas Nadiem.
Reaksi Mahasiswa
Keputusan penundaan kenaikan UKT disambut baik oleh kalangan mahasiswa yang sebelumnya melakukan protes. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM UGM), Nugroho Prasetya Aditama, menyampaikan bahwa penundaan ini adalah kemenangan sementara bagi mahasiswa, namun tidak menyelesaikan akar permasalahan. “Pembatalan kenaikan UKT harus dilihat dari dua kacamata. Pertama, teman-teman mahasiswa harus tetap semangat dalam mengadvokasikan masalah pembayaran UKT. Kedua, pembatalan ini punya tendensi untuk menenangkan massa,” kata Nugroho.
Isu Status PTN-BH
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti bahwa penundaan kenaikan UKT ini hanya meredam protes sementara. Mereka menekankan pentingnya pencabutan status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) yang dianggap sebagai akar permasalahan tingginya UKT. “Status PTN-BH mempersilakan kampus mencari pembiayaan sendiri, termasuk dengan menaikkan tarif UKT,” jelas Ubaid Matra dari JPPI.
Mahasiswa dan berbagai organisasi pendidikan berharap pemerintah dapat memberikan solusi jangka panjang yang lebih adil. Mereka menuntut perubahan kebijakan yang berpihak pada rakyat dan menghindari komersialisasi pendidikan. “Pendidikan harus dipandang sebagai hak rakyat, bukan sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan,” tegas Nugroho.
Penundaan kenaikan UKT tahun ini merupakan langkah awal yang positif dari pemerintah untuk meredam gejolak di kalangan mahasiswa. Namun, langkah ini harus diikuti dengan kebijakan yang lebih berkelanjutan dan adil bagi semua pihak. Evaluasi mendalam dan partisipasi aktif dari pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan terjangkau.(*)
Penulis: Ani
Editor: Ani