Kisah di Balik Topeng Badut Pinggir Jalan Kota Bontang, Mengais Rezeki di Tengah Himpitan Ekonomi


Kisah di Balik Topeng Badut Pinggir Jalan Kota Bontang, Mengais Rezeki di Tengah Himpitan Ekonomi. Roda nasib melemparkannya ke pinggir jalan dengan mengenakan atribut segala kelucuan, namun sejatinya di balik itu semua ada sepenggal jiwa merintih pedih.
Akurasi.id, Bontang – Di sudut sebuah SPBU yang berada di Jalan Brigjen Katamso, Belimbing, Bontang Barat, selalu terlihat sosok yang gemuk. Badannya yang berbulu lembut dengan kedua telapak kaki yang terlihat lebih besar dari ukuran telapak kaki manusia pada umumnya. Kepalanya diangguk-anggukkan seperti burung kutilang, kadang digeleng ke kiri dan kanan. Kepada pengguna jalan, dia melambai-lambaikan tangan sambil menggoyangkan badannya. Sayangnya, jarang yang tertarik atau berhenti sesaat untuk sekadar menontonnya.
Roda nasib melemparkannya ke pinggir jalan dengan mengenakan atribut segala kelucuan, membuat orang tertawa terpingkal-pingkal menatap rupa dan ulah konyol dari balik topeng yang dikenakan, namun sejatinya di balik itu semua ada sekerat jiwa merintih pedih.
Pandemi Covid-19 ini jelas membuat semua orang harus memutar otak untuk dapat melanjutkan hidup, terutama di bidang ekonomi. Beberapa bertahan pada pekerjaannya, namun tak sedikit pula yang harus mencoba peruntungannya di berbagai usaha. Salah satunya adalah usaha untuk menambah pemasukan atau sekadar untuk mengisi kantong celana.
Seperti salah satu badut yang ada di Bontang ini, dia beraksi dipinggir jalan bergoyang dan berjoget demi mendapatkan pundi rupiah. Dengan beraneka kostum yang kebanyakan menggambarkan karakter atau tokoh film kartun, si manusia badut rela mengais rejeki dengan usaha yang tak mudah, bersedia untuk pengap-pengapan, terkadang tubuh harus kuat menahan kostum berat pada bagian kepala. Ditambah lagi dengan beratnya baju yang umumnya berbahan tebal dan berbulu.
Tak sampai di situ, si manusia badut pun harus banyak bergerak tiap menit, untuk menarik orang yang lalu lalang. Ya, dia tak lantas diam berdiri di pinggir jalan itu. Harus bergoyang, berjoget, atau melakukan gerakan-gerakan yang lucu. Berharap banyak yang dengan ikhlas, memberikan imbalan untuk sebuah hiburan sesaat.
Ariyadi, pria 37 tahun itu adalah salah satu sosok yang ada di balik kostum badut karakter kartun. Pria kelahiran Balikpapan, Kalimantan Timur itu biasanya harus berdiri berjam-jam menggunakan kostum yang disewa seharga Rp50 ribu per hari. Untuk menutupi harga sewa kostum dia pun harus rela bekerja dari pagi hingga petang.
Disela-sela kesibukannya mencari rezeki, Ari –sapaan akrabnya- bercerita kepada Akurasi.id bagaimana hingga akhirnya dirinya rela berdiri di pinggir jalan tak peduli panas maupun hujan dengan mengenakan kostum badut.
Katanya, sebelum merantau ke Kota Bontang, dulunya dia adalah seorang pekerja tambang di daerah asalnya, yakni Balikpapan. Namun, akbiat Covid-19 dia pun harus ikhlas terkena pengurangan karyawan. Sisa tabungan yang dimiliki dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu orang anak yang berusia 11 tahun, dan istrinya.
Kondisi itulah yang memaksanya memutar otak, hingga akhirnya memutuskan memulai perantauan ke Kota Bontang pada awal Januari 2021. “Dulu saya sempat kerja di kapal dan tambang emas, karena Covid-19, saya kena pengurangan. Kalau mengandalkan sisa tabungan, saya rasa tidak cukup untuk kebutuhan keluarga. Jadi harus putar otak cari kerjaan lain,” ucapnya sembari mengelap keringat yang mengucur di wajahnya, Kamis (24/06/2021).
Ari menuturkan, bulan pertama perantauannya, ia sempat menggeluti pekerjaan sebagai penjual barang pecah belah. Di mana dia harus berjalan kaki setiap harinya menelusuri gang dan lorong sempit, menenteng keranjang berisi gelas, mangkuk, sendok, dan lainnya untuk ia jajakan kepada warga bontang.
Kendati demikian, profesi yang digelutinya itu tidak berlangsung lama, hanya sekitar 2 bulan terhitung Januari-Maret. Penghasilan yang didapat pun tidak menentu, hanya berkisar Rp20-30 ribu per hari. Setelah itu, awal Maret 2021 dia pun mencoba untuk mengais rezeki dengan berprofesi sebagai badut. “Saya melakoni profesi ini sudah sekitar 4 bulan mas,” jelasnya.
Untuk penghasilan sehari-hari, Ari biasa mendapatkan sekitar Rp100 ribu. Belum dipotong biaya sewa kostum dan makan. Namun, kondisi itu tidak menentu, tergantung ramai atau tidaknya SPBU tempat dia beraksi. Demi mendapat hasil lebih Ari tidak cukup stay di satu SPBU. Selain yang berada di Jalan Brigjen Katamso, dia juga setiap harinya stay di SPBU Lok Tuan, Bontang Utara.
“Biasanya sekitar pukul 09.00-11.00 Wita saya stay di SPBU Loktuan. Jam 11.00-15.00 Wita di SPBU Brigjen Katamso. Setelah itu saya kembali lagi ke Loktuan, sampai petang stay di sana,” tukasnya.
Bukan hanya bergantung dari kondisi keramaian SPBU. Kelangkaan BBM juga menjadi salah satu kendala yang harus dihadapinya. Apabila kondisi BBM jenis Pertalite dan Pertamax kosong, Ari biasanya tidak beraksi. Dia hanya stay di kost yang dia sewa sekitar Rp500 ribu per bulan.
Ari juga bercerita, perasaan malu dan jengkel kerap melumuri batinnya. Pasalnya, perlakuan tidak terpuji seringkali ia dapatkan dari pengendara yang melintas. Katanya, sering ada pengendara yang berteriak ke arahnya, bahkan ada yang mengacungkan jari tengah hingga melemparinya.
“Perlakuan yang buat saya tidak nyaman itu sering saya rasakan mas. Tapi saya maklum saja, karena rata-rata yang begitu anak-anak. Saya juga enggak bisa marah, karna ini sudah menjadi pekerjaan saya,” ucapnya dengan nada sendu.
Lanjut Ari, setiap bulannya dia menyisikan waktu untuk pulang ke Balikpapan menemui keluarganya. Walaupun hanya sebentar, setidaknya itu menjadi pengobat rindu untuk bertemu anak istrinya. “Setiap bulan saya pulang ketemu anak istri, tapi tidak lama, hanya sekitar 3-4 hari,” katanya.
Dirinya berpesan, dalam menjalani hidup tidak boleh ada kata gengsi. Pekerjaan apapun selagi halal harus ditekuni. Berserah diri kepada Tuhan menjadi kunci utama ia menjalani hidup. Ari selalu percaya persoalan rezeki sudah diatur dengan baik oleh yang Maha Kuasa. “Intinya mau berusaha mas, rezeki itu sudah ada yang atur,” pesannya. (*)
Penulis: Fajri Sunaryo
Editor: Dirhanuddin