Kejagung Tegaskan Uang Rp11,8 Triliun dari Wilmar Bukan Dana Jaminan, Tapi Barang Bukti Korupsi CPO
Kejagung: Tidak Ada Istilah Dana Jaminan dalam Kasus Korupsi

Akurasi.id – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) membantah klaim PT Wilmar Group yang menyebut penyerahan uang sebesar Rp11,8 triliun dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) sebagai bentuk dana jaminan. Kejagung menegaskan bahwa uang tersebut disita sebagai barang bukti dalam perkara yang masih berjalan di Mahkamah Agung (MA).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa dalam perkara tindak pidana korupsi tidak dikenal istilah dana jaminan. “Yang ada adalah uang yang disita sebagai barang bukti atau pengembalian kerugian keuangan negara,” ujar Harli kepada wartawan, Kamis (19/6).
Menurut Kejagung, penyitaan uang tersebut telah mendapatkan persetujuan dari pengadilan dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), serta telah dimasukkan dalam memori kasasi. “Kami juga menyitanya sudah mendapatkan persetujuan dari pengadilan,” lanjut Harli.
Uang yang disita berasal dari lima anak perusahaan Wilmar Group, yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Total kerugian negara dalam kasus ini, sebagaimana ditetapkan oleh Kejagung, mencapai Rp11.880.351.802.619,00.
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno, menjelaskan bahwa kerugian tersebut mencakup tiga aspek: kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal (illegal gain), dan kerugian terhadap perekonomian negara.
Uang triliunan rupiah tersebut telah disetorkan oleh lima anak perusahaan Wilmar pada 23 dan 26 Mei 2025. Dana itu kini disimpan dalam Rekening Penampungan Lain (RPL) atas nama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Bank Mandiri.
Sebelumnya, Wilmar Group mengeluarkan pernyataan yang menyebut uang itu merupakan dana jaminan sebagai bentuk itikad baik perusahaan. Wilmar juga menyatakan uang tersebut akan dikembalikan apabila perusahaan dinyatakan tidak bersalah dalam putusan kasasi. Namun, uang itu akan dirampas negara jika mereka dinyatakan bersalah.
Namun, Kejagung menegaskan bahwa uang tersebut tidak bisa dianggap sebagai dana jaminan, karena sistem hukum pidana Indonesia tidak mengenal istilah tersebut dalam perkara korupsi.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy