
IKN daerah otorita disebut-sebut tidak ada pilkada dan DPRD. Sebab diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN. Hal itu menuai beragam respon.
Akurasi.id, Samarinda – Tidak adanya pemilihan kepala daerah (pilkada) maupun DPRD dalam UU Ibukota Negara (IKN) Nusantara, rupanya menuai beragam respon. Banyak pihak mengkritisi aturan tersebut berkaitan demokrasi masyarakat dan peran pengawasan di daerah itu sendiri.
Sebab akan sangat rentan apabila sebuah kawasan tidak memiliki kepala daerah maupun lembaga legislatif sebagai pengawas. Selain itu, ada kekhawatiran lainnya seperti mekanisme pengaturan daerah pemilihan (dapil) dan jumlah pemilih tetap (DPT).
Tak Ada Pilkada dan DPRD Diatur UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang IKN
Ketiadaan pilkada dan DPRD di IKN diatur dalam Undang Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN. Dalam aturan turunannya Pasal 5 ayat (3) UU Nomor 3 Tahun 2022, IKN hanya melaksanakn pemilu tingkat nasional.
Hal itu pun mendapat respon dari pengamat politik sekaligus akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Mulawarman (Unmul) Budiman. Menurutnya, ketiadaan pilkada maupun DPRD di dalam kawasan IKN sebab kawasan itu merupakan daerah otorita. Dalam artian, daerah otorita merupakan badan yang tidak meliputi penduduk di dalamnya.
“Karena termasuk kawasan otorita jadi di dalamnya tidak termasuk pimpinan wilayah atau pimpinan daerah. Makanya konsepnya hanya penunjukan,” terangnya kepada Akurasi.id.
Dia menjelaskan konsep tersebut berkaca kepada apa yang telah terjadi kepada Batam di masa lalu. Seperti yang diketahui di sana sempat terjadi perebutan kekuasaan. Sebab keberadaan Batam yang merupakan wilayah di dalam wilayah.
“Wajar di sana tidak ada pilkada dan legislatif. Sebab, kalau diibaratkan itu hanya tempat pemerintahan. Murni pegawai kementerian,” kata dia.
Lebih lanjut dia menjelaskan, lain hal di dalamnya ada penduduknya. Maka ketiadaan pilkada akan mencederai muruah demokrasi. Tapi dia hanya badan otorita.
“Memang di dalamnya ada wilayah, namun hanya khusus untuk kegiatan pemerintahan. Tidak mempengaruhi DPT dan dapil. Karena kalau kita lihat konsepnya itu hanya wilayah kosong yang berada di PPU (Penajam Paser Utara) dan Kukar (Kutai Kartanegara),” jelasnya.
Namun demikian, menurutnya, warga Kaltim memperoleh kemudahan dalam proses pembangunan. Dia berharap, dengan keberadaan IKN di Kaltim dapat mendorong perkembangan pembangunan di Kaltim. Sebab selama ini selalu terpinggirkan ketimbang pembangunan di daerah Jawa.
“Pemerintah daerah juga sudah harus melihat peluang ini dengan sudah mulai memetakan daerah di Kaltim yang dapat menjadi penyokong IKN. Mulai dari segi pangan dan lainnya,” kata dia.
Komisi II DPR RI Khawatir Ketiadaan Pilkada dan DPRD Menggerus Nilai Demokrasi di PPU dan Kukar
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Aus Hidayat Nur mengatakan hingga saat ini belum ada perubahan berkaitan UU pemilu. Aturan berkaitan pemilihan kepala daerah (pilkada) dan DPRD pun tidak ada di dalam UU IKN.
“Masalah itu nanti akan diatur dalam peraturan presiden. Kita belum membicarakan. Akan dibicarakan di pusat,” kata dia.
Dia menerangkan dalam kondisi otorita hak masyarakat dalam memiliki kepala daerah dan DPRD di PPU dan Kukar menjadi tergerus. Oleh karena itu, perihal ini perlu duduk bersama lebih lanjut untuk mencari solusi.
“Ini sebenarnya yang perlu dibicarakan bersama gubernur. Sebenarnya tidak boleh terjadi. Karena, apakah daerah-daerah itu akan jadi satu wilayah dengan IKN atau bagaimana (formulasi dapil). Di DPR RI memang ada, tapi untuk DPRD kabupaten/kota dan provinsi seperti apa,” ujarnya.
Dia pun mengkritisi ini sebagai dampak terburu-buru sahnya UU IKN. Sehingga, tidak memuat seluruh komponen atau permasalahan yang seharusnya diatur dalam UU IKN.
“Kami ingin ada kebijakan khusus berkaitan itu (pilkada dan DPRD). Supaya hak politik masyarakat di IKN dapat terakomodir,” pungkasnya. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Suci Surya Dewi