
Akurasi.id – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, dituntut hukuman 7 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024 Harun Masiku dan dugaan perintangan penyidikan.
Tuntutan ini dibacakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (3/7/2025). Jaksa meyakini Hasto secara sah dan meyakinkan bersalah dalam tindak pidana korupsi serta menghalangi proses hukum yang sedang berjalan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun,” kata jaksa dalam persidangan.
Meski tuntutan cukup berat dijatuhkan kepada Hasto, PDIP memastikan belum ada wacana untuk menggantikan posisi Sekjen yang saat ini masih dijabat oleh Hasto. Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy menegaskan bahwa hingga kini belum ada arahan dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri terkait hal tersebut.
“Sampai saat ini saya belum dengar ada pembahasan dan arahan dari Ibu Ketua Umum terkait pergantian Sekjen,” ujar Ronny kepada wartawan, Jumat (4/7/2025).
Ronny menambahkan bahwa PDIP saat ini fokus mengawal proses persidangan Hasto. Ia juga menegaskan bahwa para kader partai, baik yang berada di eksekutif maupun legislatif, tetap bekerja seperti biasa demi memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
“Partai masih fokus mengawal proses persidangan Sekjen. Begitu pula setiap kader partai, terus bekerja sesuai tugasnya masing-masing,” lanjut Ronny.
PDIP juga tengah menyiapkan pledoi atau nota pembelaan yang akan disampaikan pada persidangan mendatang. Proses ini dilakukan bersama tim hukum dan Hasto sendiri.
Sementara itu, Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menilai tuntutan 7 tahun terhadap Hasto merupakan langkah awal yang baik dalam penegakan hukum. Menurutnya, persidangan telah menghadirkan bukti-bukti yang kuat mulai dari kesaksian hingga bukti elektronik yang menunjukkan peran Hasto dalam perkara ini.
“Argumentasi pembelaan Hasto tidak menjawab secara materil tuntutan jaksa, justru lebih banyak retorika tanpa makna,” kata Lakso.
Ia juga menyoroti bahwa kasus ini penuh dinamika, termasuk dalam proses penyidikan yang menyebabkan sejumlah penyidik tersingkir. Oleh karena itu, ia mengingatkan pentingnya independensi hakim dalam memutuskan perkara.
“Publik perlu memastikan hakim tetap independen, bebas dari intervensi dan bargain politik,” tegasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama karena nama Harun Masiku yang hingga kini masih buron kembali mencuat. Proses hukum terhadap Hasto akan terus menjadi perhatian hingga pengadilan memutuskan vonis akhir.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy