Bontang PPKM Level 3 Belum Jadi Garansi PTM Dibuka, Asa Anak Dalam Belajar Kian Meredup


Bontang PPKM Level 3 Belum Jadi Garansi PTM Dibuka, Asa Anak Dalam Belajar Kian Meredup. Dalam perkara ini, Wali Kota Bontang Basri Rase tidak ingin berspekulasi dengan keadaan. Lantaran kasus terkonfirmasi positif masih mengkhawatirkan.
Akurasi.id, Bontang – Juli berganti Agustus. Pandemi seolah tiada berkesudahan. Mereda iya. Namun menghilang, tampaknya masih sukar dikatakan. Mimpi setiap anak dan guru menghelat pembelajaran tatap muka (PTM) sejak Juni-Juli lalu, masih sekadar angan. Mimpi yang tiada kunjung mengurai.
Hantaman gelombang kedua pandemi di Juni-Juli memudarkan harapan itu. Asa yang sempat menyala dalam diri setiap anak untuk bisa belajar bersama di sekolah memudar. PTM dalam skala terbatas sedianya sudah diutak-atik demi memenuhi syarat protokol kesehatan. Demi memastikan setiap anak dan guru terhindar dari wabah Covid-19. Tak terkecuali bagi setiap sekolah yang ada di Kota Bontang.
Kini harapan itu kembali muncul. Per tanggal 9 Agustus 2021, Bontang yang semula ada dalam zona merah Covid-19. Atau berstatus PPKM Level 4, kini perlahan keluar dari kawasan itu. Oleh pemerintah pusat, daerah yang dikenal dengan Kota Taman ini, ditetapkan hanya berada dalam PPKM Level 3. Angka Covid-19 yang turun signifikan jadi pertimbangan.
Embusan angin segar itu tentunya menyejukan semua pihak. Dunia pendidikan tak terkecuali. Di balik pandemi yang mereda, asa setiap anak, guru, dan orang tua untuk kembali melaksanakan PTM begitu besar. Pembelajaran online atau daring, selain dinilai tak maksimal, pun mulai kian menjenuhkan.
Hilangnya ruang interaksi dan komunikasi jadi alasan setiap anak merasa kian jenuh dengan sistem belajar via zoom atau google meet. Disusul rutinitas guru menutup pertemuan di layar gadget atau laptop dengan deretan tugas tambahan, yang harus dikerjakan sesuai waktu yang ditetapkan guru. Hal yang oleh para guru pun belum mendapatkan formula.
Keluhan Anak yang Kian Jenuh dengan Belajar Daring
Ruhsanul Aliq (10), salah satu siswa kelas 3 SD di Kota Bontang, pada malam hari rajin mengecek telepon genggamnya untuk mendapat kabar di grup percakapan yang dibuat guru maupun Google Classroom. Dari situlah informasi diberikan guru apakah akan bertatap muka secara daring atau hanya diberi materi presentasi power point (PPT).
Rutinitas pagi dimulai Ruhsanul Aliq pukul 06.00 Wita, lalu dia bersiap membuka telepon genggamnya sesuai jadwal mata pelajaran pada pukul 07.30 Wita. Guru hadir di layar gadget sekitar 30 menit, memaparkan materi dalam bentuk PPT atau bersama mengerjakan soal. Kadang gangguan belajar datang karena sinyal yang tidak jelas. Kadang, ketika hendak bertanya lebih lanjut, waktu habis.
“Tiap hari ada tiga sampai empat mata pelajaran. Guru ya begitu saja, kasih penjelasan, lalu memberi tugas. Tidak ada hari tanpa tugas. Makin malas saya dengan PJJ (pembelajaran jarak jauh),” keluh bocah yang akrab disapa Aliq, Rabu (11/8/2021).
Kata Aliq, sebenarnya dia merasa tidak suka dengan sistem PJJ sekarang. “Soalnya dengan sistem belajar PJJ, saya jadi susah mengerti materi, susah untuk berdiskusi. Di rumah, mikirnya menyelesaikan tugas terus. Setiap mata pelajaran, semua guru ngasih tugas,” katanya.
Terkadang juga, alasan dirinya tak semangat saat layar laptopnya terbuka untuk zoom atau google meet. Ketika guru mengajarkan buku teks, menyuruh siswa gantian membaca, atau mengerjakan soal bersama, lalu guru memanggil siswa untuk bergantian membacakan jawaban soal. Sesudah itu, tugas pun menanti siswa, mengerjakan lembar kerja siswa, bisa 5-10 lembar tiap pertemuan. Kadang ditambah lagi dengan pembuatan video.
Orangtua Pun Mulai Ikut Merasakan Bosan
Tak hanya siswa, orangtua pun merasakan emosi negatif dengan PJJ yang kadang memberi siswa banyak tugas. Seperti halnya ibu dari Aliq, Darmawati (45) setiap harinya dia harus bergelut dengan rasa malas anak bungsunya itu. Dia mengaku kesulitan setiap harinya harus memaksa anaknya untuk bangun mengikuti pembelajaran.
“Tiap hari harus ribut sama anak soal sekolah online. Bukan masuk pelajarannya, yang ada anak semakin tidak bersemangat,” kata Darmawati.
Dulu, saat proses pembelajaran masih berjalan offline. Anaknya itu cukup bersemangat. Setiap pagi selalu bangun dengan sendirinya. Bukan hanya itu, bertemu dengan teman-teman kelas dan belanja di kantin sekolah menjadi salah satu motivasi semangat anaknya menuju sekolah.
Kini, sang anak setiap harinya dihantui dengan tugas-tugas yang menumpuk. Belum habis satu, satu lagi yang datang. Darmawati juga cukup kesal dengan keadaan itu. “Terkadang saya kesal, karena saya juga harus bantu anak saya buat tugas sekolahnya. Belum lagi kerjaan rumah tangga lain masih banyak,” tukasnya.
Walau PPKM Level 3, Bontang Belum Izinkan PTM Sekolah
Bulan Juni lalu, para pelajar sebenarnya menghirup nafas lega. Pasalnya, Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan segera berakhir. Pembelajaran tatap muka pun akan dilangsungkan. Tapi pagebluk pandemi Covid-19 ini melonjak lagi.
Kendati demikian, kebijakan terbaru dari Pemkot Bontang menyebutkan belum ada pelonggaran untuk pembelajaran tatap muka (PTM). Walaupun Bontang sudah masuk PPKM Level 3, tingkat kasus positif harian infeksi Covid-19 masih sangat tinggi.
“Bontang masih menerapkan pembelajaran daring untuk saat ini,” ungkap Wali Kota Bontang Basri Rase kepada media, setelah menggelar rapat evaluasi PPKM lanjutan di Pendopo Wali Kota, Selasa (10/8/2021).
Sebagai informasi, Kota Bontang terhitung 10 Agustus kemarin, hingga 23 Agustus 2021 mendatang ditetapkan berada dalam PPKM Level 3. Hal itu merujuk dari Instruksi Menteri Dalam Negeri (Imendagri) Nomor 32 Tahun 2021. (*)
Penulis: Fajri Sunaryo
Editor: Redaksi Akurasi.id