Headline

Awas! Tarif Listrik Naik Lagi Tahun Ini

Loading

Awas! Tarif Listrik Naik Lagi Tahun Ini
Warga memeriksa meteran listrik prabayar di Rumah Susun Benhil, Jakarta. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Akurasi.id, JakartaTarif listrik naik lagi. Direncanakan akan naik di tahun 2022. Pemerintah dan Badan Anggaran DPR akan menerapkan kembali penyesuaian tarif listrik atau tarif adjustment bagi 13 golongan pelanggan listrik PT PLN (Persero) non-subsidi.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengatakan rencana ini bakal direalisasikan dengan melihat kian membaiknya kondisi COVID-19.

“Tarif listrik bagi golongan pelanggan non-subsidi ini bisa berfluktuasi alias naik atau turun setiap tiga bulan disesuaikan dengan setidaknya tiga faktor, yakni nilai tukar mata uang, harga minyak mentah dunia, dan inflasi,” kata Rida awal bulan Desember 2021 lalu.

Rida menjelaskan, pemerintah sudah menahan skema penyesuaian tarif listrik terhitung sejak 2017. Alasannya, daya beli masyarakat masih sangat rendah.

Jasa SMK3 dan ISO

Kebijakan ini berdampak pada besarnya kompensasi yang mesti dibayarkan pemerintah pada PLN.

“Kapan tariff adjustment naik? Tentunya kami harus bicara dengan sektor lain. Kami hanya menyiapkan data dan beberapa skenario, keputusannya kepada pimpinan,” jelas Rida.

PLN Siap Ikut Aturan soal Tarif Listrik

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo memastikan, pihaknya siap menjalankan apa pun keputusan atau kebijakan yang diambil mengenai tarif listrik.

“Kami ini adalah BUMN, tarif ditentukan pemerintah, kami ikuti keputusan pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, kemudian ada juga dari DPR,” kata Darmawan di Kantor Pusat PLN, Jakarta, 6 Desember 2021.

Tolak Rencana Kenaikan Tarif Listrik, BHS Minta PLN Diaudit

Tarif listrik naik pada 2022 yang direncanakan pemerintah di hampir semua golongan, dikritisi anggota Dewan Pakar Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS).

Menurutnya, kenaikan tarif listrik dinilai tidak masuk akal dan membebani masyarakat. Kenaikan itu juga akan berdampak pada multiplier effect ekonomi yang luar biasa besar di dunia usaha yang akhir-akhir ini mengalami kesulitan karena pandemi COVID-19, serta penurunan daya beli masyarakat.

Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini bilang, Indonesia memiliki sumber energi listrik dan energi alternatif yang sangat besar serta melimpah. Misalnya batu bara yang saat ini digunakan sendiri, bahkan ekspor jauh lebih besar dari pada penggunaannya di dalam negeri.

“Seperti ke Vietnam dan China, tetapi justru tarif listrik di Vietnam dan China lebih rendah dari Indonesia yaitu 8,2 sen/kwh dan 8,6 sen/kwh,” katanya, Kamis (23/12).

Indonesia juga penghasil minyak bumi dan gas yang terbesar di Asia Tenggara, penghasil kelapa sawit terbesar di dunia bisa menjadi sumber energi alternatif. Termasuk adanya ribuan air terjun dari sekitar 250 gunung yang ada di Indonesia merupakan sumber air nomor 5 terbesar di dunia.

Selain itu, kata Bambang, sumber energi panas bumi (Geothermal) yang merupakan terbesar di dunia karena sekitar 50% energi panas bumi dunia ada di Indonesia, dan juga masih memiliki bahan baku energi nuklir yaitu uranium yang sangat melimpah.

Juga energi alternatif sinar matahari yang sangat terik selama 12 jam perhari, merupakan energi alternatif yang sangat potensial untuk menghasilkan listrik di Indonesia.

“Jadi seharusnya tarif listrik di Indonesia sangat murah. Bahkan mendekati nol rupiah seperti halnya negara-negara penghasil sumber energi listrik dan energi alternatif,” katanya.

Berdasarkan data dari global princes.com, di Sudan 0,2 sen/kwh (merupakan negara penghasil hanya minyak terbesar nomor 3 di dunia), Iran 0,4 sen/kwh (hanya penghasil minyak terbesar nomor 4 di dunia), Suriname 1,5 sen/kwh (hanya penghasil minyak).

Burma 3,4 sen/kwh (menggunakan PLTA), Kazakhtan 4,1 sen/kwh (menggunakan batu bara), Arab 4,8 sen/kwh (hanya menggunakan minyak), Malaysia 5,2 sen/kwh (dengan bahan baku energi air), Laos 4,7 sen/kwh (menggunakan PLTA).

“Sedangkan di Indonesia yang mempunyai sumber energi listrik berbagai macam dan terbesar tarif listriknya sebesar 11,0sen/kwh. Seharusnya PLN sudah mendapatkan keuntungan yang sangat besar bila bisa memanfaatkan sumber energi bersama sama dengan pemerintah,” katanya.

Kendati begitu, yang ada di masyarakat harga listrik dengan perbandingan penggunaan peralatan kelistrikan yang ada di rumah tangga bila dibandingkan seperti di Jepang biaya di Indoensia jauh lebih besar.

Padahal, di Jepang tarif listrik adalah 24,8 sen/kwh karena tidak memiliki sumber energi listrik, bahkan membeli gas dari Indonesia, maka harga listrik di Indonesia 2 kali lipat lebih besar di banding dengan di Jepang (sesuai dengan data kebutuhan listrik terlampir).

Sebagai perbandingan penggunaan listrik di Indonesia dan Jepang yang menggunakan 2 AC dalam rumah tangga; di Indonesia biayanya sebesar Rp 600 ribu/bulan jauh lebih mahal daripada penggunaan di Jepang yang beroperasi 24 jam penuh di musim panas biayanya 2.126 Yen atau sekitar Rp 267 (data tagihan pada April 2021 terlampir).

Dengan adanya ini, lanjut Bambang, PLN diduga melakukan pembohongan publik dimana tarif PLN yang disampaikan 11,0 sen/kwh diduga adalah sekitar 2 kali lipat dari harga di Jepang yaitu 24,8sen/ kwh, sehingga di Indonesia diduga masyarakat mendapatkan harga sebesar di atas 50 sen/kwh dan ini merupakan tarif yang termahal di seluruh dunia.

“Maka PLN harus di audit oleh lembaga independen yang ditunjuk oleh masyarakat dan kenaikan tarif listrik di awal tahun 2022 harus ditolak oleh masyarakat serta dunia usaha,” katanya. (*)

Sumber: Kumparan.com
Editor: Redaksi Akurasi.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button