

Akurasi.id — Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah sengaja menjadikan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) demi meningkatkan efisiensi dalam sistem administrasi pajak. Hal ini menjadi bagian dari transformasi sistem perpajakan. Mungkin kah semua penduduk jadi wajib pajak?
Amanah ini disampaikan Sri Mulyani kepada jajaran pejabat baru yang dilantik dan akan bertugas di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pada Senin (4/10).
“Termasuk di dalamnya mengantisipasi perubahan, yaitu penggunaan NIK sebagai NPWP. Saya harap isu ini atau transformasi ini semakin meningkatkan efisiensi dan efektivitas DJP,” ucap Sri Mulyani. Dilansir dari laman cnnindonesia.com, Kamis (07/10/2021).
Ia berharap implementasi dari transformasi ini bisa langsung dilakukan dalam sistem perpajakan wajib pajak orang pribadi. Pasalnya, mereka akan menjadi objek penggunaan NIK menjadi NPWP. Penduduk jadi wajib pajak Tak lupa, Sri Mulyani mengingatkan anak buahnya untuk mengimplementasikan kebijakan penggunaan NIK sebagai NPWP dengan baik. Ia meminta agar tak ada gangguan bagi wajib pajak selama masa transisi.
“Jangan sampai di masa transisi terjadi gejolak dari siis teknis maupun organisasi,” imbuh Sri Mulyani. Selain itu, ia juga meminta anak buahnya untuk menciptakan sistem data dan aplikasi yang memadai untuk penggunaan NIK menjadi NPWP. Sistem ini diharapkan bisa meningkatkan penerimaan pajak ke depannya.
Sebagai informasi, rencana penggunaan NIK menjadi NPWP tertuang di Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).
“Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan nomor induk kependudukan,” tulis draf RUU HPP Bab II Pasal 2 ayat 1A. Sementara pada Pasal 2 ayat 10 dijelaskan bahwa teknis pengintegrasian data kependudukan dengan data wajib pajak akan dilakukan lintas kementerian.
Alasan Sri Mulyani Ubah NIK Jadi NPW
Pemerintah akan menjadikan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Langkah ini merupakan bagian transformasi sistem perpajakan yang tengah dijalankan pemerintah. Sri Mulyani menjelaskan kebijakan ini sengaja dilakukan demi meningkatkan efisiensi dalam sistem administrasi pajak. Hal ini juga bertujuan menambah efektivitas sistem di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Termasuk di dalamnya mengantisipasi perubahan, yaitu penggunaan NIK sebagai NPWP. Saya harap isu ini atau transformasi ini semakin meningkatkan efisiensi dan efektivitas di DJP,” ungkap Sri Mulyani dalam pelantikan 809 pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan, Senin (4/10).
Sri Mulyani berharap transformasi ini bisa langsung terlihat dalam sistem perpajakan wajib orang pribadi. Pasalnya, mereka akan menjadi objek penggunaan NIK menjadi NPWP. Sementara, ia meminta agar kebijakan penggunaan NIK sebagai NPWP dapat berjalan dengan baik. Dengan kata lain, tak ada gejolak yang menyusahkan wajib pajak selama masa transisi.
“Jangan sampai di masa transisi terjadi gejolak dari sisi teknis maupun organisasi,” ujar Sri Mulyani. Selain itu, Sri Mulyani juga memerintahkan pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan untuk menciptakan sistem data dan aplikasi yang memadai untuk memanfaatkan penggunaan NIK menjadi NPWP.
Sistem tersebut diharapkan dapat meningkatkan administrasi dan penerimaan pajak dalam beberapa waktu ke depan. Dengan begitu, tingkat kepatuhan pembayaran wajib pajak (tax ratio) ikut meningkat. Rencana penggunaan NIK menjadi NPWP tertuang di Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).
“Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan nomor induk kependudukan,” tulis draf RUU HPP Bab II Pasal 2 ayat 1A. Sementara pada Pasal 2 ayat 10 dijelaskan bahwa teknis pengintegrasian data kependudukan dengan data wajib pajak akan dilakukan lintas kementerian.
“Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri memberikan data kependudukan dan data balikan dari pengguna kepada Menteri Keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan,” jelas Pasal 2 ayat 10. (*)
Editor: Yusva Alam