

Saksi FH Unmul desak KPK usut tuntas korupsi Bupati PPU Abdul Gafur Mas’ud dan pihaknya melayangkan empat catatan penting.
Akurasi.id, Samarinda – Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda turut memberikan pernyataan sikap. Atas penangkapan Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud (AGM) dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/1/2022).
Menurut Koordinator Penelitian dan Pengembangan SAKSI FK Unmul, Orin Gusta Andini, penahanan AGM menambah daftar panjang OTT kepala daerah yang dilakukan KPK di Kalimantan Timur (Kaltim). AGM sebagai tersangka yang menerima suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan untuk pemanfaatan sumber daya alam.
OTT Bupati PPU ini adalah yang keempat kalinya. Setelah sebelumnya beberapa nama telah terjerat OTT KPK. Antara lain Syaukani (Ex Bupati Kutai Kertanegara 2005), Rita Widyasari (Ex Bupati Kutai Kertanegara 2010-2015), dan Ismunandar (Ex Bupati Kutai Timur).
“Melihat akar mula deretan kepala daerah yang telah terjerat dalam OTT KPK tentu tak lepas dari politik dinasti yang menjadi pintu masuknya korupsi. Politik dinasti merupakan potret oligarki politik di Kaltim yang telah lama terjadi,” tulisnya.
Sebut Lingkaran Kekuasaan Faktor Utama Penyubur Perilaku Korupsi
Dalam surat itu menyebut lingkaran kekuasaan yang di isi keluarga dan kerabat merupakan faktor utama penyubur perilaku korup. Segala perangkat dan sektor jaringan dalam genggaman segelintir orang dan golongan, bahkan politik dinasti kian bermertafora dalam berbagai bentuk. Bukan lagi hubungan darah semata, namun juga merambah pada relasi perkawanan.
“Tentu saja, praktik korupsi yang marak saat ini adalah wujud kesinambungan historis yang merupakan warisan oligarki yang harus jadi musuh bersama,” ujarnya.
Saksi FH Unmul memprediksi praktik korupsi terhadap barang dan jasa akan terus menjamur seiring menyambut Kaltim sebagai Ibu Kota Negara (IKN). Juga bidang SDA yang rawan korupsi saat proses perizinan.
Dengan potensi SDA yang cukup melimpah di Kaltim, tentu saja harus ada pengawasan bersama oleh masyarakat Kaltim. Sehingga, upaya menjaga SDA Kaltim dari para koruptor perlu terus dilakukan bersama.
Tidak hanya oleh aparat penegak hukum seperti KPK, tapi juga memerlukan keterlibatan masyarakat, penggiat anti korupsi, akademisi di Kaltim. Terlebih dalam momentum pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang tak terhindarkan. Saksi Unmul menilai bahkan terkesan adanya paksaan di tengah guncangan ekonomi akibat pandemi covid-19.
“Harus terus ada pengawasan dan penegakan hukum agar momentum pembangunan IKN tidak menjadi celah yang dimanfaatkan oleh proyek yang diboncengi kepentingan-kepentingan oligarki,” tegasnya.
Pernyataan Sikap Saksi FH Unmul Desak KPK Usut Tuntas Kasus AGM dan Transparan
Oleh karena itu, SAKSI FH UNMUL memberikan catatan dalam menyikapi kasus ini:
- Penegakan hukum yang dilakukan terhadap kasus korupsi Bupati PPU harus dilakukan dengan transparan
- Mendesak KPK untuk mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam kasus ini, termasuk kemungkinan perkara lain yang sebelumnya kontroversial.
- Meminta KPK untuk mempertimbangkan penggunaan delik pencucian uang. Terutama terkait dengan harta kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini diperlukan sebagai bagian dari upaya memiskinkan para koruptor.
- Meminta KPK untuk secara ketat mengawasi daerah-daerah yang kental dengan pendekatan politik dinasti dalam mengelola daerah karena politik dinasti merupakan pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi.
Sekadar informasi, dalam konferensi persnya KPK telah menetapkan Bupati PPU beserta empat pejabat di PPU dan satu bendahara partai demokrat DPC Balikpapan.
Penahanan mereka atas dugaan kasus tindak pidana korupsi. Dengan nilai pengadaan barang dan jasa berhubungan dengan nilai kontrak sekitar Rp112 miliar. Untuk proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan Rp9,9 miliar.
Sedangkan yang berkaitan dengan korupsi terkait perizinan, dugaan tersangka juga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan. Antara lain perizinan HGU lahan sawit di Kabupaten PPU dan perizinan bleach plant (pemecah batu) pada Dinas PUPR Kabupaten PPU.
Hal ini menunjukkan, bahwa selain proyek pengadaan barang & jasa, perizinan di bidang sumber daya alam merupakan lahan yang tak kalah subur bagi praktik korupsi di Kaltim.
Korupsi SDA tidak hanya membawa kerugian bagi individu. Tapi juga komunitas dan masyarakat luas. Belum lagi dampak terhadap lingkungan. (*)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Suci Surya Dewi