
Jakarta, Akurasi.id – 10 Juni 2025 — Presiden Prabowo Subianto resmi mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang beroperasi di wilayah konservasi Raja Ampat, Papua Barat. Keputusan ini diambil dalam rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden bersama para menteri terkait di Istana Negara.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa pencabutan dilakukan berdasarkan pertimbangan komprehensif atas dampak lingkungan serta keresahan masyarakat setempat. Keputusan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menjaga keberlanjutan lingkungan hidup di wilayah yang 97 persen merupakan kawasan konservasi tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pencabutan dilakukan karena perusahaan-perusahaan tersebut terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan dan perizinan.
“Empat IUP di luar PT Gag Nikel telah dicabut. Saya langsung ambil langkah teknis berkoordinasi dengan menteri teknis terkait,” ujar Bahlil dalam konferensi pers, Selasa (10/6/2025).
Daftar Perusahaan Tambang yang IUP-nya Dicabut:
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
Izin berdasarkan SK Bupati Raja Ampat No. 153.A Tahun 2013, mencakup 2.193 hektar di Pulau Batang Pele. Perusahaan masih dalam tahap eksplorasi dan belum memiliki dokumen lingkungan.PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
Memiliki IUP dari SK Bupati No. 290 Tahun 2013 dengan luas wilayah 5.922 hektar. Meski telah memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sejak 2022 dan sempat produksi pada 2023, saat ini tidak ada aktivitas tambang yang berjalan.PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
Merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) asal China dan memiliki keterkaitan dengan PT Wanxiang Nickel Indonesia di Morowali. Izin berdasarkan SK Menteri ESDM pada 7 Januari 2024 untuk wilayah 1.173 hektar di Pulau Manuran. Meski memiliki dokumen AMDAL dan UKL-UPL sejak 2006, aktivitasnya dinilai berpotensi merusak lingkungan.PT Nurham
Berizin melalui SK Bupati Raja Ampat No. 8/1/IUP/PMDN/2025, dengan cakupan 3.000 hektar di Pulau Waegeo. Meski telah memiliki persetujuan lingkungan sejak 2013, perusahaan belum memulai produksi.
Protes dari Warga dan Aktivis Lingkungan
Keputusan pencabutan IUP ini didorong pula oleh protes masyarakat dan aktivis lingkungan, termasuk Greenpeace Indonesia dan pemuda Papua, yang menggelar aksi saat acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025. Mereka menolak keberadaan tambang nikel di kawasan Raja Ampat yang dinilai mengancam ekosistem laut dan hutan tropis.
Bupati Raja Ampat Orideko Burdam juga sebelumnya menyuarakan keluhan soal keterbatasan wewenang daerah dalam mencabut izin, meskipun dampak kerusakan lingkungan sudah terasa.
“Sembilan puluh tujuh persen Raja Ampat adalah daerah konservasi. Ketika terjadi pencemaran lingkungan, kami tidak bisa bertindak karena izin berada di tangan pemerintah pusat,” ungkap Orideko di Sorong (31/5).
Keputusan ini menjadi sinyal kuat arah pemerintahan Prabowo Subianto untuk menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan pelestarian lingkungan, terutama di kawasan yang sangat sensitif dan berstatus konservasi seperti Raja Ampat.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy