
![]()
Warga PPU kecewa karena plang IKN terpasang di tanah adat tanpa sosialisasi. Plang IKN terpasang di tanah adat ini, warga menganggap mencaplok tanah secara sepihak.
Akurasi.id, Jakarta – Warga Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Yati Dahlia kecewa dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Memasang plang di tanah masyarakat adat untuk lahan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara tanpa sosialisasi.
Ketika Jokowi dan sejumlah gubernur mengadakan ritual Kendi Nusantara kemarin, kata Yati, warga lebih merasa masa bodoh. Menurutnya, mereka sudah terlanjur kecewa.
“Teriakan kami selama ini tidak terdengar. Kami seperti dianggap tidak ada di sini,” kata Yati saat konferensi pers virtual, Selasa (15/3).
Dia mengatakan, warga setempat menerima informasi terkait kedatangan dan kemah rombongan Jokowi hanya sekadar kabar angin. Suku Balik, masyarakat adat yang berada di wilayah IKN Nusantara, pun menurutnya tak ada ajakan dialog dengan kedatangan presiden.
Saat ini, kata Yati, warga adat Balik lebih fokus pada sejumlah lahan yang sudah terpasang plang pembangunan IKN. Ia pun kecewa, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor sebelumnya menyatakan bahwa lahan IKN tak mencaplok tanah warga.
“Tapi kenyataannya yang kami alami di sini, plangnya sudah ke pemukiman warga,” ujar Yati.
Warga Tak Boleh Balik Nama Lahan
Selain itu, masyarakat juga kecewa dengan surat edaran gubernur yang tak mengizinkan balik nama kepemilikan lahan dari nenek moyang mereka. Yati pun meminta kejelasan terkait lahan warga agar tidak terkena dampak IKN.
Dia menilai pemasangan plang di lahan masyarakat adat merupakan pengambilan tanah secara sepihak. Sebab selama ini mereka tak pernah diajak bertemu, apalagi berkoordinasi terkait penyelesaian sengketa tanah warga.
“Jadi kami berharap pemerintah menanggapi suara kami ini,” ujarnya.
Pada kesempatan berbeda, Kepala adat Balik di Kampung Sepaku Lama, Sibukdin, khawatir kehadiran IKN akan menghilangkan hak-hak lahan pertanian dan pemukiman mereka. Selama ini lahan itu hanya diakui sebagai bagian dari kawasan budi daya kehutanan (KBK).
Status ini dianggap membingungkan. Dia pun berharap status tanah tersebut jadi Areal Penggunaan Lain (APL).
Sibukdin mengatakan sejauh ini belum ada komunikasi atau sosialisasi kepada kepala kampung ataupun kepala adat di Kecamatan Sepaku.(*)
Sumber: CNNIndonesia.com
Editor: Redaksi Akurasi.id









