Pengangkatan Sulastin Sebagai Plt Kepala Disdukcapil Kutim di Masa Pemilu Dianggap Langgar UU 10 Tahun 2016


Pengangkatan Sulastin sebagai Plt Kepala Disdukcapil Kutim di masa pemilu dianggap langgar UU 10 tahun 2016. Dalam Pasal 71 ayat 2 disebutkan, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Akurasi.id, Sangatta – Pengangkatan Plt Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Spil (Disdukcapil) Kutai Timur Dr Sulastin S Sos M Kes pada 25 September 2020 lalu dinilai telah melanggar Undang-Undang (UU) nomor 10 tahun 2020. Di mana, Plt Bupati Kutim Kasmidi Bullang yang juga petahana dalam Pilkada Kutim tidak mengindahkan amanat Pasal 72 ayat 2 UU nomor 10 tahun 2016.
Baca juga: Lengkapi Laporan ke Bawaslu, Tim Mahyunadi-Kinsu Beberkan Sederet Temuan Dugaan Pelanggaran Pemilu
Di mana dalam pasal itu berbunyi, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Tim Pemenangan Paslon 01 Mahyunadi-Kinsu, Munir Perdana menjelaskan, bukti pelanggaran atas pengangkatan Sulastin, dapat dibuktikan dengan adanya Surat Perintah Pelaksana Tugas dari Bupati Kutai Timur dengan nomor 821.29/572/BKPP-MUT/IX/2020 tertanggal 25 September tahun 2020. Di situ, secara gamblang tertulis, Sulastin diangkat sebagai Plt Kepala Disdukcapil Kutim menggantikan Heldi Frianda tertanggal 25 September 2020.
“Artinya, ada indikasi pelanggaran yang sangat kuat dilakukan petahana (Plt Bupati Kutim Kasmidi Bullang sebagai bagian dari paslon) dengan mengganti Pak Heldi Frianda dengan Ibu Sulastin,” imbuh Munir dalam konferensi persnya, Senin malam (14/12/2020).
Di sisi lain, Munir dan tim pemenangan Paslon 01 Mahyunadi-Kinsu mencurigai, penggantian Plt Kepala Disdukcapil Kutim itu, diduga berkaitan erat dengan banyak ditemukannya KTP ganda yang beredar di sejumlah kecamatan, salah satunya di Kecamatan Sangatta Utara.
“Kami menduga, penggantian itu berkaitan dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kutai Timur yang mempunyai protap (prosedur tetap), adalah pembuatan KTP. Kami menduga, ini berkaitan dengan banyak beredarnya KTP ganda di Kutim,” tuturnya.
Tuduhan yang dialamatkan Munir dan kawan-kawan tentunya bukan tanpa diserta alasan dan bukti kuat. Kepada Bawaslu Kutim, Munir dan Tim Advokasi Mahyunadi-Kinsu telah melampirkan semua alat bukti atas dugaan pelanggaran pemilu tersebut.
“Semua alat bukti sudah kami serahkan. Bahkan ada data satu orang yang mempunyai sampai 3 KTP. Dan semua data KTP ini, kami dapatkan di Sangatta Utara. Setelah kami konfirmasi ke orangnya, dia menyatakan kalau dia sebelumnya sudah punya KTP,” ungkapnya.
Yang paling disoroti Munir dan kawan-kawan, yakni dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh petahana. Dalam hal ini, berkaitan dengan amanat Pasal 71 ayat 3 UU nomor 10 tahun 2016, berbunyi, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
“Kemudian bila merujuk pada Pasal 71 ayat 5, dijelaskan, dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota,” pungkasnya. (*)
Penulis: Tim Redaksi Akurasi.id
Editor: Dirhanuddin