Kabar Politik

Politisasi Sara Masih Jadi Momok di Pemilu Mendatang, Pemilih Pemula Rentan Terpapar Hoaks

Loading

Politisasi Sara Masih Jadi Momok di Pemilu Mendatang, Pemilih Pemula Rentan Terpapar Hoaks
Komisioner Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo (tengah) menyampaikan jika politisasi sara dan hoaks masih menjadi masalah utama dalam pemilu. (Istimewa)

Politisasi Sara Masih Jadi Momok di Pemilu Mendatang, Pemilih Pemula Rentan Terpapar Hoaks. Ragam upaya coba dilakukan penyelanggara pemilu maupun pengawas pemilu untuk menangkal hal itu, diantaranya dengan membangun kesadaran pemilu di kalangan muda.

Akurasi.id, Samarinda – Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Ratna Dewi Pettalolo menyebut money politic atau politik uang merupakan permasalahan utama dalam pemilu pada umumnya. Kendati demikian, dalam beberapa tahun terakhir politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (sara) serta penyebaran hoaks atau berita bohong menjadi varian baru dalam permasalahan pilkada maupun pemilu.

Hal ini disampaikan Ratna Dewi Pettalolo dalam konferensi pers usai menghadiri kegiatan pembukaan Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) tahun 2021 di Hotel Senyiur, pada Senin (28/6/2021). Penyebaran berita hoaks maupun politisasi sara ini menurut dia, kebanyakan mempengaruhi dan dilakukan oleh pemilih pemula, baik dilakukan secara sadar maupun tidak sadar.

“Maka dari itu, Bawaslu mengincar para pemilih pemula sebagai calon pengawas partisipatif, dengan harapan mengurangi angka pelanggaran selama pemilu,” kata Ratna.

Jasa SMK3 dan ISO

Ia menerangkan, hal ini dilakukan karena pemilih pemula adalah pemilih yang paling rentan tehadap politik uang dan bentuk pelanggaran lainnya. Kemudian menurut survei, pemilih pemula juga merupakan orang yang paling banyak menggunakan sosial media dan rentan menyebarkan berita hoaks berkaitan dengan pemilu.

Karena itu, melalui program ini Bawaslu telah berusaha memberikan pemahaman kepada kader pengawas partisipatif untuk turut serta memberikan pengawasan, jika tidak terhadap masyarakat lainnya minimal terhadap dirinya sendiri.

“Sehingga kader partisipatif yang dilahirkan dari program ini dapat mengisi ruang-ruang yang tadinya kosong dan tidak terjamah oleh penyelenggara. Masyarakat akan turut serta melakukan pengawasan melalui inisiatifnya sendiri,” terang dia.

Selain itu, pemilih pemula ini juga merupakan orang-orang yang masih idealis sehingga lebih mudah untuk dibentuk menjadi pemilih yang cerdas. Besar harapan Rita, program ini akan mencapai tujuanya melaui puluhan ribu peserta yang telah mengikuti SKPP, mengingat Bawaslu RI telah melakukan kegiatan ini dalam 4 tahun terakhir.

“Jika dalam setahun kita melahirkan 10.000 kader partisipatif yang tersebar di seluru Indonesia, maka harapannya dari puluhan ribu orang yang telah mengikuti SKPP dan kita tanamkan mengenai pengawasan selama pemilu, mereka tidak tergoda untuk melakukan pelanggaran,” ujarnya. (*)

Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Dirhanuddin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button