
Jakarta, Akurasi.id – Kampanye “All Eyes on Papua” kini menjadi viral di media sosial, menyerukan perlindungan terhadap hutan adat Papua yang terancam oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit oleh PT Indo Asiana Lestari Papua. Warganet pun penasaran tentang siapa sebenarnya pemilik perusahaan ini yang disebut-sebut berencana membabat hutan adat Suku Awyu.
Izin Ekspansi PT Indo Asiana Lestari
PT Indo Asiana Lestari mengantongi izin untuk memperluas lahan sawit hingga 36.094 hektare, termasuk hutan adat marga Woro milik Suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan. Suku Awyu, yang hidup bergantung pada hutan ini, menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin tersebut tanpa melibatkan mereka dalam prosesnya, yang melanggar undang-undang otonomi khusus Papua tahun 2021.
Siapa Pemilik PT Indo Asiana Lestari?
PT Indo Asiana Lestari dipimpin oleh Muh. Yabub Abbas sebagai direktur dan berkantor di Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel. Namun, menurut investigasi The Gecko Project, perusahaan ini dimiliki oleh dua perusahaan asal Malaysia, dengan Mandala Resources sebagai pemegang saham mayoritas. Mandala Resources sendiri adalah perusahaan cangkang yang terdaftar di Kota Kinabalu, Malaysia.
Investigasi The Gecko Project
Pada tahun 2018, The Gecko Project bekerja sama dengan Mongabay, Tempo, dan Malaysiakini merilis laporan investigasi panjang yang mengungkap teka-teki Proyek Tanah Merah. Investigasi ini menyebut PT Indo Asiana Lestari sebagai bagian dari proyek besar tersebut, dengan para investor menggunakan perusahaan cangkang dan alamat palsu serta meminjam nama sebagai pemegang saham untuk menyamarkan identitas mereka.
Shin Yang, sebuah pabrik pengolah kayu di Boven Digoel, disebut sebagai pemilik saham utama dalam Proyek Tanah Merah. Perusahaan ini sering menjadi sorotan publik karena skandal lingkungan dan dugaan pelanggaran HAM di Sarawak, Malaysia.
Dampak Deforestasi pada Hutan Adat
Hutan adat Suku Awyu, yang merupakan habitat flora dan fauna endemik Papua, menyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar. Jika dialihfungsikan menjadi lahan kelapa sawit, deforestasi ini diperkirakan akan melepaskan 25 juta ton setara karbondioksida, memperburuk dampak krisis iklim global.
Pengadilan yang menolak gugatan Suku Awyu terhadap PT Indo Asiana Lestari pada dasarnya memberi lampu hijau bagi perusahaan tersebut untuk membersihkan 26.326 hektare hutan primer. Keputusan ini menambah ketegangan dalam konflik yang sudah berlangsung lama antara Suku Awyu dan PT Indo Asiana Lestari.
Kampanye “All Eyes on Papua” menyoroti perlunya perlindungan terhadap hutan adat dan hak-hak masyarakat adat yang terdampak oleh ekspansi perkebunan sawit. Keterlibatan masyarakat adat dalam proses penerbitan izin adalah suatu keharusan untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan bagi semua pihak.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy