Pariwara

Ubah Sampah jadi BBM, STTIB Borong Juara Si Peena

Loading

sampah
Irhamni (berjilbab) dan Ahmad Yani (kiri) saat praktik penelitian dibantu mahasiswa di laboratorium. (STTIB for Akurasi.id)

Akurasi.id, Bontang – Sampah menjadi barang bernilai ekonomis jika dimanfaatkan dengan tepat. Salah satunya mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM) seperti yang dilakukan para dosen di Sekolah Tinggi Teknologi Industri Bontang (STTIB). Hebatnya, mereka memborong juara I, II, dan III pada Lomba Inovasi, Penelitian dan Teknologi Tepat Guna (SI PEENA) kategori penelitian masyarakat oleh pemerintah kota (pemkot) Bontang melalui Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Bapelitbang)  Bontang.

Pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar minyak untuk mengatasi sampah menjadi salah satu karya yang berhasil meraih juara I. Tak hanya itu, 2 karya lain juga berhasil meraih juara. Yaitu karya berjudul Pemanfaatan Limbah Organik untuk Produksi Bahan Bakar Gas dengan Penambahan Effective Microorganism-4 meraih juara II. Dan juara III diraih pada penelitian berjudul Rancang Bangun Sistem Distilasi Air Laut Menggunakan Energi Surya dengan Metode Desalinasi Single Stage Flash. Masing-masing kelompok peraih juara I mendapat hadiah Rp 10 juta, juara II memperoleh Rp 5,5 juta, dan Rp 3 juta untuk pemenang juara III.

baca juga: Juara Pidato dan Tahfiz Provinsi, Dua Siswa SMP Yabis Wakili Kaltim Lomba PAI Nasional di Makassar

Untuk mendukung Peraturan Wali Kota (Perwali) Bontang nomor 30 tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Produk Plastik Sekali Pakai, tercetuslah ide para dosen STTIB untuk membuat penelitian mengubah limbah plastik menjadi BBM.

Jasa SMK3 dan ISO

Mereka adalah Ahmad Yani dosen teknik mesin sekaligus Wakil Ketua I Bidang Akademik STTIB, Irhamni Nuhardin sebagai Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan sekaligus dosen teknik kimia, Fitria Ketua Program Studi Teknik Kimia sekaligus dosen, Ratnawati Ketua Program Studi Teknik Mesin juga dosen, dan Irianto dosen teknik mesin dan menjabat Ketua Umum STTIB.

Kelima nama tersebut membuat pirolisis, sebuah alat sederhana terbuat dari barang bekas yang bisa mengolah sampah plastik menjadi BBM. Peralatan yang digunakan cukup mudah ditemukan. Yakni kaleng biskuit, tabung freon, selang atau pipa, dan kompor gas. Modalnya hanya Rp 246 ribu saja.

Dosen sekaligus tim penelitian STTIB, Ahmad Yani menjelaskan cara kerja pirolisis sederhana. Tabung freon berfungsi sebagai reaktor diisi limbah plastik melalui corongnya lalu dipanaskan di atas kompor. Selama proses pembakaran, plastik akan meleleh dan menghasilkan uap yang mengalir melalui pipa. Kemudian uap tersebut melewati kaleng biskuit berfungsi sebagai pendingin berisi air. Dalam proses pendinginan itu, tetes demi tetes minyak keluar melalui selang hasil dari penguapan.

“Dari yang kami coba, 1,4 kilogram plastik menghasilkan 350 mililiter bensin. Proses lamanya 4 jam tergantung suh. Hasil bahan bakarnya itu sudah dicoba pakai motor dan menyala. Motornya saya coba lajukan dari laboratorium ke kampus. Hasilnya sama seperti bensin seperti biasa,” kata Ahmad Yani, Jumat (25/10/19).

Mengolah sampah plastik menjadi minyak tanpa menimbulkan sampah lagi berhasil dibuat. Ahmad Yani mengungkapkan limbah plastik menjadi cairan kental dan mengering seperti butiran pasir. Limbah tersebut kemudian dimanfaatkan menjadi paving blok.

Untuk menghasilkan bahan bakar berbeda jenis dibutuhkan bahan yang berbeda pula. Jika ingin membuat solar bahan yang diperlukan berupa plastik kresek dan sejenisnya. Sedangkan jenis premium dibutuhkan plastik jenis PET sekali pakai seperti botol air mineral plastik dan wadah kemasan lainnya. Seharusnya, jika menggunakan alat sesuai standar 1 kilogram plastik bisa menghasilkan 1 liter bahan bakar. Namun, alat tersebut harganya cukup mahal berkisar Rp 11 juta dan dipesan langsung di Pulau Jawa. Oleh sebab itu STTIB berinovasi membuat pirolisis sederhana dari bahan bekas.

sampah
Presentasi lomba di hadapan juri. (STTIB for Akurasi.id)

“Andai alat ini dibuat setiap RT satu alat saja, maka bisa mengurangi sampah minimal 5 kilogram,” ujar pria yang mengabdi 1,5 tahun di STTIB ini.

Ahmad Yani menyebut dosen mempunyai tugas pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Usai melaksanakan pengajaran pada siswa dan melakukan penelitian, pengabdian masyarakat dianggap sulit lantaran kurangnya dana untuk mengembangkan karya penelitian ke masyarakat. Dia berharap pemkot Bontang dan perusahaan seperti PT Pupuk Kaltim atau Badak LNG dapat memberi solusi.

“Kami berharap ada bantuan berupa dana atau alat,” imbuhnya.

Prestasi yang ukir STTIB, Ahmad Yani berharap dapat menarik minat mahasiswa baru (maba) untuk bergabung dan belajar di kampus yang berdiri pada 19 September 2000 silam itu. Pasalnya, kampus yang memiliki 2 jurusan, yakni teknik mesin dan kimia tersebut dapat saling berkolaborasi. Contoh nyatanya ketika para dosen dari 2 jurusan kompak mengukir prestasi melalui penelitian.

Irhamni Nurhardin sebagai Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan sekaligus dosen teknik mesin menuturkan hingga saat ini ada ketua RT mengajukan untuk sosialisasi penelitian tersebut ke warga. Perempuan yang karib disapa Irhamni ini mengaku saat penilaian, juri berharap penemuan mereka bisa diterapkan ke seluruh RT di Bontang. Kata dia, untuk membagi ilmu kepada masyarakat mereka akan sanggup menjalankannya. Namun mereka terkendala dana untuk membiayai penelitian di lapangan.

“Sekarang di pemkot ada Posyantek (Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna), kami ajukan ke situ,” papar perempuan berjilbab ini.

Meski sudah meraih juara, Irhamni mengaku timnya masih mengkaji lagi hasil penelitiannya. Kata dia, dalam proses pembakaran ke depannya diharap tidak menggunakan tabung gas LPG lagi. Melainkan diganti alternatif biobriket dari limbah padat organik sebagai bahan bakar.

Dia berharap kelak pemerintah tidak perlu mengirim limbah ke luar pulau lagi. Namun bisa dimanfaatkan di kota sendiri. Kata dia, jika limbah plastik dijual Rp 3 ribu per kilogram ke Pulau Jawa, maka lebih baik plastik tersebut diolah menjadi bahan bakar dengan harga Rp 7 ribu.

“Ke depannya penelitian dari dosen untuk pengabdian bisa di-back up pemkot dan perusahaan-perusahaan di Bontang,” harap dosen yang mengajar 2 tahun lalu ini.

Perlu diketahui, STTIB akan kembali mengikuti ajang yang sama di tingkat Kaltim. Selain prestasi yang diraih dosen, kampus dibawah naungan Yayasan Pembinaan Islam (Yabis) ini juga memiliki prestasi lain. Salah satunya Juara III Kejuaraan Tarung Derajat tingkat Provinsi Kaltim 2019 diraih mahasiswi teknik kimia STTIB, Nurul Suci Anugrah. (adv)

Editor: Suci Surya Dewi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button