
Akurasi, Nasional. Jakarta, Indonesia – Komisi Informasi Pusat (KIP) kembali menjadi sorotan publik setelah menggelar sidang sengketa informasi antara Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. Sidang ini berfokus pada isu keterbukaan data pemilu dan kerjasama KPU dengan Alibaba Cloud, yang menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan keamanan data pemilihan umum di Indonesia.
Sidang yang digelar menunjukkan ketegangan antara kebutuhan akan transparansi dalam proses demokrasi dengan kekhawatiran mengenai keamanan siber dan privasi data. YAKIN, dalam perjuangannya untuk transparansi, meminta KPU untuk membuka akses terhadap data real count dalam format data mentah harian, rincian infrastruktur teknologi informasi terkait Pemilu 2024, dan data daftar pemilih tetap serta hasil pemilu sejak 1999 hingga 2024.
Sidang pertama menarik perhatian publik ketika KPU mengakui kerjasamanya dengan Alibaba Cloud, sebuah pengakuan yang menjadi titik tengah dalam debat tentang lokasi penyimpanan dan pengelolaan data pemilu. Ketua YAKIN, mengutip beredarnya berita bohong dan hoaks terkait pemilu, menekankan pentingnya membuktikan kebenaran informasi secara transparan untuk mengeliminasi keraguan publik terkait kecurangan pemilu.
KPU, di sisi lain, menolak beberapa permintaan YAKIN, dengan alasan utama berkaitan dengan keamanan siber dan proses rekapitulasi yang masih berlangsung. Namun, KPU menyatakan kesiapannya untuk bermediasi dan menyerahkan sebagian data yang diminta YAKIN, khususnya data terkait daftar pemilih tetap dan hasil pemilu, dalam waktu dekat.
Sidang ini juga menyedot perhatian mengenai bagaimana infrastruktur TI dan data pemilu dikelola dan dilindungi. Dengan meningkatnya ancaman keamanan siber, kerjasama dengan Alibaba Cloud dipertanyakan tidak hanya dari segi lokasi penyimpanan data tapi juga aspek keamanan dan privasi data yang sensitif.
KIP, sebagai mediator dan pengawas proses ini, menunjukkan peran vitalnya dalam menegakkan hak masyarakat untuk informasi dan transparansi pemerintah. Sidang ini diharapkan menjadi langkah maju dalam menguatkan kepercayaan publik terhadap sistem pemilu Indonesia, sekaligus menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara keterbukaan informasi dengan keamanan siber.
Sidang berikutnya, yang dijadwalkan pada 1 Maret 2024, akan lebih fokus pada pemeriksaan uji konsekuensi, dokumen, dan kesaksian ahli. Hasil dari sidang ini sangat dinantikan, tidak hanya oleh YAKIN dan KPU tapi juga oleh seluruh masyarakat Indonesia yang mengharapkan pemilu yang lebih transparan, adil, dan aman dari gangguan siber.
Kasus ini menyoroti dinamika kompleks antara hak masyarakat untuk informasi, kebutuhan untuk menjaga keamanan data, dan tantangan yang dihadapi dalam menjalankan pemilu di era digital. Hasil akhir dari sengketa informasi ini akan memberikan preseden penting untuk masa depan keterbukaan informasi dan pengelolaan data pemilu di Indonesia.(*)
Editor: Ani