HeadlineTrending

BRIN dan BMKG Ribut Gegara Angin

Loading

Akurasi, Nasional. Jakarta, 22 Februari 2024 – Perbedaan pandangan antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) muncul ke permukaan terkait dengan klasifikasi fenomena angin kencang yang baru-baru ini melanda Sumedang-Bandung. BRIN mengklaim fenomena tersebut sebagai tornado, sementara BMKG menyebutnya sebagai puting beliung.

Erma Yulihastin, pakar klimatologi di BRIN, melalui unggahannya di Twitter pada Rabu, 21 Februari 2023, menegaskan bahwa fenomena yang terjadi merupakan tornado pertama yang tercatat di Indonesia. “Ini merupakan kejadian yang tidak biasa. Durasi dan kekuatan angin yang kami amati menunjukkan ciri-ciri tornado,” ujar Erma. BRIN berencana untuk melakukan rekonstruksi dan investigasi lebih lanjut terhadap fenomena ini.

Sebaliknya, BMKG melalui Deputi Bidang Meteorologi mengatakan bahwa fenomena yang terjadi adalah puting beliung, sebuah fenomena yang lebih umum terjadi di Indonesia. “Karakteristik angin kencang yang terjadi di Jawa Barat cocok dengan definisi puting beliung yang kita kenal,” jelas seorang perwakilan dari BMKG. Analisis BMKG mengungkapkan bahwa kombinasi suhu muka laut yang hangat dan kondisi atmosfer labil di sebagian wilayah Jawa Barat berpotensi meningkatkan aktivitas pertumbuhan awan konvektif.

Perbedaan pandangan ini menciptakan perdebatan di kalangan masyarakat dan para ahli. Menurut sebuah sumber di BRIN, perbedaan ini muncul karena kriteria yang digunakan dalam mengklasifikasikan fenomena angin kencang. “BRIN menggunakan parameter yang lebih luas dan mendetail dalam menganalisis fenomena ini, sementara BMKG mungkin menggunakan definisi yang lebih tradisional,” jelas sumber tersebut.

Jasa SMK3 dan ISO

Sementara itu, BMKG menekankan pada pentingnya memahami kondisi lokal dalam mendiagnosis fenomena cuaca. “Pemahaman yang mendalam tentang kondisi geografis dan meteorologis Indonesia sangat penting dalam mengklasifikasikan fenomena cuaca seperti ini,” kata seorang ahli dari BMKG.

Kedua lembaga ini juga menyoroti pentingnya penelitian lebih lanjut untuk memahami perubahan iklim dan dampaknya terhadap fenomena cuaca ekstrem di Indonesia. “Kami percaya bahwa peristiwa ini adalah contoh dari bagaimana perubahan iklim bisa mempengaruhi cuaca ekstrem, dan ini memerlukan studi lebih lanjut,” ungkap Erma dari BRIN.

Di tengah perbedaan pendapat ini, pemerintah daerah dan agensi bencana berupaya untuk memberikan tanggapan cepat terhadap dampak yang diakibatkan oleh fenomena angin kencang. Penanganan darurat dan pemulihan terus dilakukan di wilayah yang terdampak.

Pentingnya pemahaman yang akurat tentang fenomena cuaca ekstrem ini tidak hanya terbatas pada aspek ilmiah, tetapi juga dalam hal penyiapan dan respons terhadap bencana. Baik BRIN maupun BMKG menekankan perlunya kerja sama antar lembaga dalam memahami dan merespons perubahan iklim dan dampaknya terhadap kejadian cuaca ekstrem di Indonesia.

Kejadian ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya penelitian dan persiapan yang lebih baik dalam menghadapi perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Perdebatan antara BRIN dan BMKG menjadi titik awal penting dalam diskusi ilmiah dan kebijakan publik mengenai cuaca ekstrem dan tanggap bencana di Indonesia.(*)

Editor: Ani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button