
![]()
Akurasi, Internasional. Yaman, 11 Januari 2024. Situasi di Laut Merah semakin memanas seiring dengan eskalasi konflik yang melibatkan berbagai negara dan kelompok di kawasan tersebut. Perdagangan global mengalami penurunan signifikan, mencapai 1,3% dari bulan November hingga Desember 2023, sebagai akibat serangan militan terhadap kapal dagang di Laut Merah. Konflik ini telah menimbulkan dampak serius terhadap volume kargo yang diangkut di wilayah tersebut.
Amerika Serikat (AS) dan Inggris memberikan respons tegas dengan melancarkan serangan terhadap sasaran milisi Houthi di Yaman. Presiden Joe Biden mengumumkan bahwa serangan tersebut dilakukan untuk melindungi kebebasan navigasi di Laut Merah, salah satu jalur air paling vital di dunia. Serangan ini mendapat dukungan dari sejumlah negara, termasuk Australia, Bahrain, Kanada, dan Belanda, yang bersama-sama membentuk koalisi Operation Prosperity Guardian.
Serangan terhadap sasaran Houthi di Yaman disebut sebagai respons terhadap serangan ilegal dan berbahaya terhadap kapal-kapal, termasuk pelayaran komersial, yang melakukan transit di Laut Merah. Koalisi ini memiliki tujuan untuk mengatasi ancaman yang merugikan stabilitas dan keamanan di kawasan tersebut.
Dampak dari eskalasi konflik ini tidak hanya dirasakan secara lokal, namun juga secara global. Sejak Januari, perusahaan pelayaran besar seperti Maersk, MSC, Hapag-Lloyd, dan CMA CGM telah menghentikan aktivitas pelayaran mereka di Laut Merah. Keputusan ini diambil sebagai langkah pencegahan terhadap risiko keamanan dan gangguan logistik yang terkait dengan konflik di wilayah tersebut.
Perusahaan minyak besar, BP, juga mengumumkan keputusan untuk “menghentikan sementara” semua transit melalui Laut Merah. Keputusan ini mencerminkan kekhawatiran atas risiko keselamatan dan ketidakpastian yang terkait dengan jalur pelayaran di kawasan tersebut.
Bank Dunia turut memberikan peringatan terkait dengan pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan akan memasuki setengah dekade terburuknya dalam 30 tahun terakhir. Konflik di Laut Merah menjadi salah satu faktor risiko yang mempengaruhi perekonomian dunia. Ayhan Kose, wakil kepala ekonom di Bank Dunia, menyebutkan bahwa ketidakstabilan di Timur Tengah atau perang di Ukraina dapat menjadi risiko tambahan bagi pertumbuhan ekonomi global.
Industri pelayaran juga terpengaruh langsung oleh situasi di Laut Merah. Perusahaan pelayaran kontainer seperti Maersk dan Hapag-Lloyd mengalami kenaikan nilai saham yang signifikan seiring dengan gangguan logistik dan perubahan rute pelayaran. Akibat pengalihan rute yang lebih panjang, terutama di sekitar Tanjung Harapan, biaya operasional dan tarif angkutan meningkat, menciptakan tantangan baru bagi industri pelayaran.
Dengan adanya konflik yang terus berlanjut, dampak global yang ditimbulkan oleh situasi di Laut Merah masih akan terus berkembang. Ketidakpastian ekonomi, lonjakan biaya logistik, dan risiko keamanan menjadi tantangan bersama yang harus dihadapi oleh komunitas internasional.(*)
Editor: Ani









