MUI Berbeda Pendapat dengan Pemkot Bontang Terkait Peniadaan Salat Iduladha dan Takbir Keliling


MUI Berbeda Pendapat dengan Pemkot Bontang Terkait Peniadaan Salat Iduladha dan Takbir Keliling. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bontang, Imam Hambali menolak kebijakan peniadaan salat Iduladha.
Akurasi.id, Bontang – Penambahan kasus Covid-19 di Kota Bontang disikapi dengan serius oleh pemerintah. Wali Kota Bontang Basri Rase meminta semua pihak untuk terlibat serius mencegah penyebaran wabah ini.
Bahkan seperti pawai takbir keliling dan salat Iduladha tidak akan digelar di Bontang tahun ini. Peniadaan salat Iduladha dan takbir keliling itu menyusul, Basri Rase yang mengeluarkan surat edaran melarang pawai dan meniadakan salat Iduladha. Kebijakan itu dikeluarkan karena kasus Covid-19 di kota ini terus bertambah.
Biasanya sebelum pandemi, setiap perayaan Iduladha, umat Islam di Bontang menggelar takbir keliling dan salat. Sebagai daerah mayoritas penduduk muslim, hari-hari besar Islam selalu dirayakan semarak.
Kata Basri, surat edaran itu berlaku untuk semua kalangan di Bontang. Perayaan takbir keliling dikhawatirkan memicu penularan Covid-19. ”Surat edaran sebagai panduan untuk pencegahan, pengendalian, dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Bontang,” ujar Basri, Senin (12/07/2021).
Dalam surat edaran itu, tertulis penyelenggaraan malam takbiran di masjid dan musala, takbir keliling, baik dengan arak-arakan berjalan kaki maupun dengan arak-arakan kendaraan ditiadakan. Takbiran dapat dilaksanakan di rumah masing-masing bersama dengan keluarga inti.
Pun salat Hari Raya Iduladha di lapangan terbuka atau di masjid ditiadakan dan dapat dilaksanakan di rumah bersama dengan keluarga inti. Sementara pelaksanaan kurban dapat dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat.
Kendati demikian, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bontang, Imam Hambali menolak kebijakan peniadaan salat Iduladha. Pasalnya, menurut dia, dari fatwa MUI pusat menganjurkan untuk tidak dilakukan peniadaan.
“MUI pusat itu menganjurkan untuk tidak meniadakan salat Iduladha. Ini kan ibadah yang dilakukan setahun sekali. Masa dilarang,” sebutnya.
Kendati aturan ini memang sudah tak bisa ditawar. Paling tidak, penutupan masjid tidak dilakukan menyeluruh. Akan tetapi hanya masjid yang lokasinya berada di jalan-jalan protokol, dan berpotensi besar mengundang massa.
Namun untuk mesjid seperti yang di dalam gang atau yang berada di wilayah terisolir tak perlu dilarang. Sebab kemungkinan hanya warga disekitar saja yang menjalani salat Iduladha berjemaah.
“Harusnya jangan menyeluruh. Masjid di dalam gang itu tidak perlu dilarang. Intinya penerapan protokol kesehatan dilakukan secara ketat,” ujarnya.
Pun terkait takbir keliling. Dirinya mengaku setuju untuk ditiadakan. Akan tetapi, untuk takbiran di masjid dan musala dia menyarankan agar dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
“Kalau takbir keliling itu saya setuju ditiadakan. Tapi, untuk di masjid dan musala silahkan saja. Yang penting tidak berkerumun,” imbuhnya. (*)
Penulis: Fajri Sunaryo
Editor: Dirhanuddin