
Akurasi.id – Presiden Prancis Emmanuel Macron kembali mengingatkan masyarakat akan bahaya perpecahan yang ditimbulkan oleh kebijakan ekstrem dari partai sayap kanan dan kiri. Menjelang pemilu parlemen yang semakin mendekat, pernyataan ini menjadi sorotan utama dalam perdebatan politik di negara tersebut.
Dalam sebuah wawancara dengan podcast “Generation Do It Yourself” yang disiarkan pada Senin (24/6), Macron mengkritik tajam kebijakan yang diusung oleh National Rally (RN) dan koalisi sayap kiri Front Populer Baru. Menurut Macron, kedua kelompok ini memainkan politik identitas yang berisiko memecah belah bangsa dan memicu “perang saudara.”
“Solusi yang ditawarkan oleh kelompok sayap kanan tidak mungkin dilakukan karena mengkategorikan orang berdasarkan agama atau asal usul mereka, yang mengarah pada perpecahan dan potensi perang saudara,” ujar Macron.
Kebijakan yang diusung oleh RN, yang kini memimpin dalam berbagai jajak pendapat, dianggap Macron sebagai upaya stigmatisasi dan perpecahan. “Saya pikir solusi yang diberikan oleh kelompok sayap kanan tidak mungkin dilakukan, karena hal ini mengkategorikan orang berdasarkan agama atau asal usul mereka, dan itulah mengapa hal ini mengarah pada perpecahan dan perang saudara,” tambahnya.
Macron juga tidak luput mengkritik partai sayap kiri ekstrem, France Unbowed (LFI), yang merupakan bagian dari koalisi Front Populer Baru. “Tetapi ada juga perang saudara di baliknya karena Anda hanya mengkategorikan orang-orang berdasarkan pandangan agama atau komunitas tempat mereka berada, yang bisa dibilang merupakan pembenaran untuk mengisolasi mereka dari komunitas nasional yang lebih luas dan dalam hal ini, Anda akan mengalami perang saudara dengan mereka yang tidak memiliki nilai-nilai yang sama,” jelas Macron.
Pemilu parlemen yang akan digelar dalam beberapa minggu mendatang ini diperkirakan akan sangat ketat. Jajak pendapat akhir pekan menunjukkan RN akan meraih 35-36 persen suara di putaran pertama pada hari Minggu mendatang, mengungguli aliansi sayap kiri yang diestimasi meraih 27-29,5 persen suara, dan kubu Macron di posisi ketiga dengan 19,5-22 persen suara.
Jika tidak ada partai yang memperoleh lebih dari 50 persen suara di putaran pertama, pemilu legislatif putaran kedua akan dilakukan pada 7 Juli 2024.
Menanggapi komentar Macron, pemimpin sayap kanan Jordan Bardella menyatakan bahwa seorang Presiden Republik tidak seharusnya berbicara demikian. “Saya ingin membangun kembali keamanan bagi seluruh rakyat Prancis,” ucap Bardella. Bardella, yang merupakan Presiden RN berusia 28 tahun, menegaskan bahwa partainya siap memerintah dan berjanji akan mengatasi masalah keimigrasian dan biaya hidup. “Dalam dua kata: kami siap,” tegas Bardella dalam konferensi pers saat mengumumkan program-program RN.
Sementara itu, Perdana Menteri Prancis Gabriel Attal dari partai Renaisans pimpinan Macron mengecam program ekonomi RN. Ia memperingatkan bahwa Prancis akan “segera menuju bencana” jika RN menang. Attal dijadwalkan berhadapan langsung dengan Bardella dalam sebuah acara debat di televisi hari Selasa ini.
Dalam situasi politik yang memanas, pernyataan Macron ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga persatuan dan menghindari politik identitas yang dapat memecah belah bangsa. Pemilu parlemen mendatang akan menjadi ujian besar bagi stabilitas politik dan sosial di Prancis.(*)
Penulis: Ani
Editor: Ani