

Akurasi.id – Pelecehan seksual menjadi salah satu isu yang disoroti Gereja Katolik Roma dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah laporan tentang pelecehan seksual oleh pastor Gereja Katolik Roma di Prancis mengungkapkan setidaknya ada sekitar 216.000 korban pelecehan seksual sejak 1950.
Dikutip dari Reuters, sebuah komisi independen menghabiskan lebih dari 2,5 tahun menginvestigasi kasus pelecehan seksual di lingkungan Gereja Katolik di negara itu selama lebih dari 7 dekade. Komisi independen ini akan mempresentasikan temuannya pada Selasa (5/10) pukul 09.00 pagi waktu setempat. Korban pelecehan seksual di gereja pun semakin terungkap.
Menjelang perilisan temuan tersebut, kepala komisi Jean-Marc Sauve mengatakan sekitar 3.000 imam dan pastor pedofil melecehkan anak di bawah umur selama periode tersebut, dan menyebut angka tersebut sebagai perkiraan konservatif.
Olivier Savignac, korban yang dilecehkan oleh seorang pastor pada 1993 pada usia 13 tahun, telah berkontribusi pada laporan tersebut sebagai perwakilan korban dan telah melihat sebagian besar bagian dokumen tersebut. Ia mengatakan para korban harus diberi kompensasi yang layak.
“Kami dapat melihat betapa sistemiknya itu…. dengan angka perkiraan 216.000 korban,” kata Savignac kepada Reuters, mengutip laporan itu dan menambahkan bahwa Gereja tidak bisa mengabaikan sesuatu sebesar itu. Dilansir dari kumparan.com, Rabu (06/10/2021).
“Ini adalah gempa bumi, badai, tsunami… ketika anda melihat angka-angka tersebut, ini sangat memberatkan sehingga tidak ada yang bisa menyangkal, baik itu Gereja Katolik maupun masyarakat secara keseluruhan,” kata Savignac, yang telah membuat asosiasi untuk korban, yaitu Parler et Revivre (Speak and Live Again).
Komisi tersebut didirikan para uskup Katolik di Prancis pada akhir 2018 untuk menjelaskan pelanggaran dan memulihkan kepercayaan publik terhadap Gereja pada saat jumlah jemaat menyusut. Komisi telah bekerja secara independen dari Gereja.
Pria yang melecehkan Savignac ketika masih remaja dinyatakan bersalah oleh pengadilan Prancis dua tahun lalu namun dengan pengecualian. Hal ini menekankan betapa beratnya bagi pemuda Katolik untuk berbicara dan menuduh perwakilan Gereja.
“Apa yang kami inginkan dari Gereja adalah jawaban atas tingkat penderitaan orang-orang,” kata Savignac, “dan itu tidak dapat membuang beberapa ribu euro untuk itu dan mengatakan itu di belakang kita. Tidak, ada kebutuhan untuk kompensasi yang layak untuk tingkat penderitaan setiap orang”.
Skandal Gereja di Prancis adalah yang terbaru yang melanda Gereja Katolik Roma, yang telah diguncang oleh skandal pelecehan seksual di seluruh dunia, yang sering melibatkan anak-anak, selama lebih dari 20 tahun.
Pada Juni lalu, Paus Fransiskus mengatakan kasus pelecehan seksual Gereja Katolik merupakan “malapetaka” di seluruh dunia.
Gereja Katolik Prancis pun memposting doa di akun Twitter resminya pada Minggu (3/10) atas nama para korban.
“Ya Tuhan – kami mempercayakan kepada-Mu semua yang telah menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual di Gereja. Kami berdoa agar kami selalu dapat mengandalkan dukungan dan bantuan-Mu selama cobaan berat ini,” tulis Gereja Katolik Prancis.
Terkait laporan komisi independen tersebut, seorang juru bicara Gereja mengatakan mereka tidak akan berkomentar sebelum laporan dipublikasikan. Sementara juru bicara Vatikan mengatakan akan menunggu laporan lengkap dipublikasikan sebelum memutuskan untuk berkomentar atau tidak.
Semenjak pemilihannya pada 2013, Paus Fransiskus telah mengambil serangkaian langkah yang bertujuan untuk menghapus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur oleh para pastor.
Tahun ini, Paus Fransiskus mengeluarkan revisi paling ekstensif terhadap UU Gereja Katolik dalam empat dekade, menegaskan bahwa uskup mengambil tindakan terhadap pastor yang melecehkan anak di bawah umur dan orang dewasa yang rentan. Sementara para kritikus menyebut Paus Fransiskus belum melakukan cukup banyak. (*)
Editor: Redaksi Akurasi.id