
Akurasi.id – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) angkat bicara terkait viralnya foto struk pembayaran di sebuah restoran yang mencantumkan biaya royalti musik sebesar Rp29.140 kepada konsumen. Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani, menyebut informasi tersebut hoaks atau kemungkinan hasil editan.
“Itu hoax. Tidak ada resto yang charge royalti, bisa jadi itu editan,” tegas Hariyadi. Menurutnya, tidak ada restoran yang membebankan biaya royalti musik kepada pelanggan, karena seharusnya royalti menjadi bagian dari biaya operasional yang ditanggung pihak restoran, bukan pajak yang dikenakan pada konsumen.
Sebelumnya, di media sosial beredar foto struk yang memuat biaya royalti musik, tanpa mencantumkan nama restoran. Hanya tertulis nomor meja konsumen. Isu royalti musik sendiri tengah ramai diperbincangkan, terutama setelah kasus yang menimpa Mie Gacoan di Bali.
Restoran cepat saji tersebut harus membayar royalti sebesar Rp2,2 miliar kepada Lembaga Manajemen Kolektif Sentra Lisensi Musik Indonesia (LMK Selmi) untuk periode 2022–Desember 2025. Pembayaran dilakukan setelah Polda Bali menetapkan Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira, sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran hak cipta musik dan lagu.
Manajer Lisensi Selmi, Vanny Irawan, melaporkan gerai tersebut menggunakan musik secara komersial tanpa membayar royalti, yang menyebabkan estimasi kerugian hingga miliaran rupiah.
PHRI juga menyampaikan keberatan terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang mewajibkan hotel dan restoran membayar royalti musik atau lagu yang mereka putar. Hariyadi menilai aturan tersebut menimbulkan beban berlebihan bagi pelaku usaha.
“Harus ada revisi pada sejumlah pasal UU Hak Cipta dan aturan turunannya, agar penarikan royalti oleh LMKN dan LMK tidak memberatkan industri,” ujarnya.
Royalti adalah pembayaran kepada pemilik hak cipta, paten, atau merek dagang sebagai imbalan atas penggunaan karya tersebut. Dalam konteks restoran dan hotel, royalti berlaku untuk musik atau lagu yang diputar di area bisnis, namun biayanya menjadi tanggung jawab pihak pengelola, bukan pelanggan.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy