Trending

Dilema Pengrajin Tenun Samarinda, Digilas Pandemi atau Menanggalkan Profesi Demi Lanjutkan Hidup

Loading

Dilema Pengrajin Tenun Samarinda, Digilas Pandemi atau Menanggalkan Profesi Demi Lanjutkan Hidup
Pengrajin kain tenun Samarinda memintal benang menjadi kain yang kemudian dibuat menjadi sarung. (Ilustrasi)

Dilema Pengrajin Tenun Samarinda, Digilas Pandemi atau Menanggalkan Profesi Demi Lanjutkan Hidup. Tidak kunjung membaiknya aktivitas sosial imbas pembatasan perjalanan, telah mempretelin penjualan para pengrajin kain tenun dari kalangan wisatawan.

Akurasi.id, Samarinda – Minggu, 8 Agustus 2021, mentari siang terasa begitu terik. Namun hal itu tidak melunturkan semangat ibu-ibu pengrajin kain tenun Samarinda yang terletak di Jalan Pangeran Bendahara, Gang Pertenunan, Kampung Masjid, Samarinda Seberang, dalam menghasilkan produk sarung unggulan.

Nyaris tidak ada perbincangan. Sunyi di pembicaraan. Hanya terdengar suara ketukan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) bersahut-sahutan. Memintal setiap pola dari benang yang digunakan. Entah itu pola Hatta, yang digemari kaum pria. Maupun pola Dayak, yang kerap digunakan kaum wanita. Dari kualitas benang nomor satu, berupa sutera atau kualitas bahan nomor dua, yang merupakan bahan biasa pada umumnya.

Sejatinya, nama kain tenun Samarinda telah memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat, khususnya Kaltim. Menjadi salah satu item unggulan dan kerap mengikuti ajang pameran. Merupakan identitas tersendiri bagi warga Kota Tepian.

Jasa SMK3 dan ISO

Namun, seiring berjalannya pandemi dan pengurangan aktivitas yang dapat menyebabkan kerumunan, meredupkan eksistensinya. Pemakaian kain tenun Samarinda lekat dengan pakaian yang kerap digunakan pejabat dalam menghadiri acara resmi, ajang bergengsi seperti fashion show maupun pameran. Hal inipun menggoreskan dilema tersendiri bagi pengrajin. Terutama bagi pengrajin kain tenun Samarinda.

Kunjungan Wisata Anjlok, Penjualan Hasil Tenun Pun Ikut Anjlok

Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Wanita Sejahtera Padaidi Sarung Samarinda, Sumarni mengungkapkan, dalam sebulan biasanya KUB mampu menjual hingga 50 pcs sarung Samarinda. Namun, selama pandemi penjualan tersebut turun hingga 50 persen. Diakuinya, kini pihaknya hanya mampu menjual 20 sarung per bulan.

Pandemi menjadi tantangan tersendiri bagi pengrajin. Di mana selama ini penjualan biasanya dilakukan secara tatap muka. Berasal dari wisatawan atau tamu yang kerap mengunjungi Kota Tepian.

Namun, lantaran kini ada pemberlakukan PPKM di Tanah Benua Etam, sebutan Kaltim, juga Samarinda. Menyebabkan pengrajin sarung tenun Samarinda pun turut terdampak. Lantaran adanya pembatasan bepergian yang menyebabkan turunnya angka kunjungan wisatawan dari luar daerah.

Berbagai cara pun telah dilakukan, seperti penjualan secara online. Namun, pembaharuan tersebut dianggap tidak begitu maksimal dan mendongkrak penjualan. Sejatinya, hal itu memang lebih praktis. Para pengrajin hanya tinggal menyebarkan motif-motif sarung yang tersedia. Namun, mereka rindu adanya proses jual beli tatap muka seperti dulu kala.

Bertemu calon pembeli secara langsung. Disertai asas tawar menawar, kemudian langsung mendapatkan uang dari hasil penjualan. Disebutkan Sumarni, pernah dalam suatu pameran pihaknya membawa 100 sarung tenun dan berhasil menjual setengahnya. “Jadi uang penjualan tersebut bisa kami putarkan lagi, sebagai modal untuk membeli bahan,” ucapnya.

Namun, apalah daya, lantaran negeri ini tengah berjuang melawan pandemi. Hal inipun menyebabkan dilema tersendiri bagi para penenun. Lantaran telah menjalani profesi ini selama puluhan tahun, ingin terus bertahan namun terhimpit pandemi dan didesak kebutuhan perekonomian.

Tuntutan Ekonomi, Satu Persatu Pengrajin Tenun Samarinda Tanggalkan Profesi

Dikatakannya, banyak di antara penenun memutuskan untuk meninggalkan profesi tersebut. Lantaran tak mampu menjual sarung yang dihasilkan. Sedangakan dapur menuntut untuk terus mengepul. Menyebabkan jumlah penenun sarung Samarinda kian tergerus zaman, yang sedari awal berjumlah 100 orang kini hanya tersisa 60 penenun aktif.

“Kami mau jual enggak ada yang beli. Barang kami kan banyak. Pemasarannya juga kurang. Dulu kami kan ada pameran. Tapi ini pekerjaan kami. Biar pandemi tetap kami jalankan, khawatir nanti kalau ada yang cari kan,” ucap Sumarni.

Besar harapan pengrajin sarung Samarinda di Kampung Bugis itu, ada uluran tangan pemerintah dalam menggeliatkan penjualan salah satu produk lokal Samarinda ini. Seperti, menyediakan tempat penjualan khusus bagi sarung tenun Samarinda.

“Misalnya disediakan tempat bagi kami di Samping Islcamic Center, di tengah kota. Jadi di sana tidak hanya berjualan buah. Kalau di Citra Niaga itu kan mereka menjual berbagai macam hal. Bagusnya kalau dibuatkan khusus bagi penjualan sarung tenun. Bisa jadi destinasi wisata juga,” harapnya. (*)

Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi Akurasi.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button