Kisah Pernikahan Saat Wabah Covid-19, Dilarang Ketua RT Hingga Persiapan Amburadul


Akurasi.id, Bontang – Padi ditanam tumbuh ilalang. Ketika harapan tak sesuai dengan kenyataan, inilah yang dirasakan Kiki Seprianti. Dirinya harus berbesar hati menunda acara pernikahan impian yang sudah direncanakan matang. Semua itu karena corona virus disease 2019 (Covid-19) yang melanda negeri ini.
baca juga: 45 Pengantin Tetap Gelar Akad di Tengah Wabah Covid-19
19 Februari 2020. Perempuan yang akrab disapa Kiki ini ketika mendaftarkan pernikahan bersama calon suaminya, Abdul Rasyid, di Kantor Urusan Agama (KUA) Bontang Utara.
Masih teringat jelas dalam memori Kiki bersama kekasih usai melalui perjalanan panjang dengan hubungan berstatus pacaran. Bermula dari berkenalan melalui BlackBerry Messenger (BBM), dia ingat Maret 2016 silam saat dirinya diajak Oyied –panggilan akrab Abdul Rasyid- bersama kawannya menghadiri konser Michael Learns to Rock (MLTR) di Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar). 2 bulan kemudian sejak saat itu Kiki mengaku hubungannya semakin serius.
Hingga Mei 2019 Kiki dan Oyied pun akhirnya merencanakan pernikahannya. Hari demi hari mereka lalui sembari menabung hasil jerih payah bekerja di perantauan, Sangatta, Kutai Timur (Kutim). Kiki bekerja Kerja di PT NPN Sangatta, sedangkan Oyied security di PT PAMA.
Usai tabungan terkumpul, Oyied langsung melamar Kiki pada Februari 2020. Lamaran pun berjalan lancar. Kemudian mereka menyiapkan berkas untuk mendaftar pernikahan. Kiki mengaku saat mengumpulkan berkas dirinya harus mencuri waktu luang disela kesibukannya bekerja. Perempuan kelahiran 11 September 1995 pun rela pulang pergi (PP) dari Sangatta ke Kota Taman –sebutan Bontang.
“Ada sedikit kendala yang tidak bisa saya sebutkan. Dan saat itu saya harus bolak-balik PP Sangatta-Bontang dan hujan-hujanan. Lagi sensitif jadinya saya nangis, hampir patah semangat,” akunya kepada Akurasi.id belum lama ini.

Segala kebutuhan booking salon untuk rias pengantin, dekorasi, fotografer, hingga cetak undangan mulai dipersiapkan. Kiki mengaku kertas undangan sudah dicetak sekira 400 lembar. Dalam undangan tertera akad pernikahan diadakan siang hari di kediaman Kiki di kawasan Tanjung Limau, Bontang Utara. Sedangkan resepsinya pada malam hari di kediaman Oyied, di Berbas Pantai, Bontang Selatan. Menjelang pernikahan dirinya sempat membagikan sekira 50 undangan.
“Jadi masih ada 350 undangan yang belum saya bagikan. Itu pun belum ditempel stiker namanya,” terangnya.
Tibalah Maret 2020, 12 hari menjelang pernikahan Kiki kaget bukan kepalang. Pemkot Bontang menetapkan berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) usai ditemukan kasus pasien Covid-19 positif di Kota Taman. Bahkan KUA melalui Kementerian Agama (Kemenag) Bontang mengimbau agar menunda peringatan acara yang mengumpulkan massa. Salah satunya acara pernikahan. Keluarga dan kerabat yang mengetahui hal tersebut, tak sedikit yang menanyakan kelanjutan pernikahan Kiki. Segala persiapan acara pernikahan akhirnya ditunda.
“Saya sempat stres, sedih banget. Apa yang direncanakan amburadul,” ungkapnya.
Lantaran panik pernikahan ditakutkan batal, Kiki pun mencoba izin dengan ketua RT setempat. Meski dilarang mengundang banyak orang, dirinya berharap tetap dapat mengundang keluarga saja. Dia pun juga berharap tetap bisa mengadakan acara adat mappacci malam hari sebelum akad. Namun untuk sekadar memasang dekor pernikahan di rumahnya saja tak mendapat izin dari ketua RT.
“Katanya nanti kalau ada patroli terus lewat dan lihat ada keramaian pasti acara kami dibubarkan. Dan kami jadi malu,” akunya.
Kiki menuturkan pihaknya memutuskan tidak memakai dekorasi pernikahan di rumah. Namun tetap menyewa kebaya dan rias pengantin serta jasa fotografer. Biaya yang dikeluarkan hingga akad nikah hanya sekira Rp 7,6 juta.
“Biar ada kenangan kalau kami sudah akad nikah,” ujarnya.

Tetap Hadapi Kenyataan dengan Menunda Resepsi
Akhirnya pernikahan Kiki dan Oyied tetap digelar meski hanya akad nikah di KUA Bontang Utara. Selama akad nikah semua petugas KUA, penghulu, pengantin hingga pengiringnya diwajibkan untuk menggunakan masker dan mencuci tangan sebelum masuk ruangan. Di dalam ruangan tersebut pun dibatasi hanya 10 orang saja. Sehingga ada 2-3 orang keluarga Kiki dan Oyied yang terpaksa menunggu di luar.
Awalnya Kiki dan Oyied menggunakan masker saat tiba di KUA. Namun saat mengabadikan momen oleh fotografer, mereka terpaksa melepaskannya. Bahkan saat proses ijab kabul yang diwakili penghulu KUA Bontang Utara, Ahmad Suda’i bersalaman dengan Oyied dengan menggunakan sarung tangan latex.
“Alhamdulillah setelah akad saya jadi lebih tenang. Kami memutuskan menunda resepsi pernikahan sampai pandemi berakhir,” papar anak sulung dari pasangan Gusmail dan Rosmini ini.
Menikah di tengah wabah Covid-19, Kiki mengaku tidak dapat melupakan momen tersebut. Menurutnya, pandemi tersebut menjadi salah satu ujian besar yang mampu dia hadapi saat pernikahannya. Bahkan ujian itu masih terus berlangsung usai melaksanakan akad nikah. Kata Kiki, saat dirinya memposting foto pernikahannya di akun Facebook-nya, banyak temannya yang mempertanyakan undangan pernikahan mereka lantaran belum memahami kondisi yang tengah dihadapinya. Dengan sabar dia menjelaskan bahwa resepsi pernikahan akan digelar sampai pandemi Covid-19 berakhir.
“Katanya kan kalau mau nikah banyak cobaannya. Saya rasa ini cobaan paling berat selain beratnya ujian sebelumnya. Kesabaran saya lagi diuji, bagaimana cara saya menghadapi masalah seperti ini untuk tetap tenang,” pungkasnya. (*)
Penulis/Editor: Suci Surya Dewi