Apri Gunawan Terpanggil Membangun Kota Tepian


Akurasi.id, Samarinda – Kedua bola mata Apri Gunawan menerawang jauh. Ia menyimpan memori mengarungi hidup semasa kecil. Dia ingat betul rasanya kehilangan ibunda tercinta, Aida Jiflin. Kala itu, Apri masih berusia enam tahun.
Hari itu, bak petir di siang bolong. Apri mendapat kabar sang bunda telah berpulang. Ibunya meninggal dunia akibat kecelakaan di Samarinda Seberang. Tragis. Apri kecil tak kuasa menahan pahitnya kehilangan yang begitu mendadak. Ia mengenang ibunya yang begitu sabar dan mencintai anak-anaknya.
Setahun kemudian pasca kematian ibunya, Apri dan ketiga saudaranya diboyong sang ayah, Rizali Hadi, ke Long Iram, Kutai Barat. Sebuah kampung asal ayah dan bundanya dahulu. Apri pun bersekolah di SDN 003 Long Iram hingga duduk di bangku SMPN 1 Long Iram.
Ayahnya menemukan belahan jiwanya serta tinggal dan berdagang di Martapura. Apri memiliki dua adik dari ibu tirinya: Imran dan Alwi.
Kerinduan pada tanah asal membuat pria kelahiran 16 April 1980 ini melanjutkan pendidikan di SMEA 2 Samarinda. Di sana, ia diasuh oleh kakek dan neneknya.
“Meski tinggal dengan kakek dan nenek, saya sering sedih kalau bulan Ramadan dan Idulfitri. Saya melihat teman-teman saya bersama orang tuanya. Sementara saya tidak lagi hidup dengan kedua orang tua,” akunya.
Dengan kondisi perekonomian yang pas-pasan, Apri berusaha melanjutkan pendidikan. Sepulang sekolah, ia beralih profesi menjadi tukang semir sepatu di kawasan Citra Niaga. Ia juga pernah menjadi penjaga toko di sana.

Kemudian, Apri melanjutkan kuliah S1 di bidang ekonomi. Dia mendapat beasiswa hingga lulus. Apri mengaku aktif berorganisasi saat duduk di bangku kuliah.
Nilai-nilai kepemimpinan didapatkannya sejak tinggal dengan kakeknya. Seorang kakek sekaligus panutan bernama Haji Danil Longgo itu pernah menjadi Kepala Desa di Long Iram Seberang.
“Jiwa kepemimpinan dan disiplin juga saya dapatkan dari kakek saya. Saya lebih mandiri. Meski hidup susah, pendidikan harus nomor satu,” kata Apri.
Musibah kembali datang menimpa Apri. Di akhir masa kuliahnya, sang ayah sakit stroke. Sebagai anak laki-laki, Apri dituntut memiliki penghasilan setiap bulan. Ditambah sang kakak Umi Maisarah dan kedua adiknya Romadani Azhar serta Firmansyah masih kuliah dan sekolah. Akhirnya, sejak mendapat gelar sarjana ekonomi pada tahun 2003, Apri mendapat pekerjaan di sebuah bengkel.
“Saya lulusan ekonomi bekerja sebagai mekanik dan kepala bengkel,” ungkapnya.
Setelah bekerja selama tiga tahun di bengkel, Apri pindah di bidang leasing. Tak berselang lama, dia kembali ke Kutai Barat. Dia bekerja sebagai kontraktor. Di sana dia bertemu dengan seorang pengusaha sukses. Ia menjadi panutannya. Apri pun dipercaya mengelola sebuah perusahaan. Dia pindah ke Jakarta pada tahun 2006. Selama 11 tahun ia bergelut sebagai pengusaha.
“Selama dengan beliau, saya belajar ilmunya dan saya ikuti jejaknya,” beber dia.
Ingin Menghidupkan Pariwisata
Meski sibuk menjadi pengusaha, Apri masih menyempatkan aktif di organisasi. Dia mengatakan, sejak enam tahun terakhir, ia aktif di bidang sosial, organisasi, komunitas lingkungan, hingga bergerak sebagai ketua Ikatan Putra Daerah Peduli (IPDP) Samarinda.
Jika terpilih sebagai wali kota Samarinda, Apri ingin menghidupkan pariwisata di Kota Tepian. Sebagai putra daerah, ia menyayangkan objek wisata yang minim di ibu kota Kaltim ini.
“Saya ingin di Samarinda ini ada pariwisata baru. Karena masyarakat haus hiburan. Seperti tempat rekreasi,” beber Apri.
Pasar Citra Niaga medio 70-an pernah menjadi pusat perbelanjaan yang dikenal di mancanegara. Apri menilai, minat masyarakat berkunjung ke Pasar Citra Niaga tergolong minim.
“Jika saya diamanahkan jadi pemimpin Samarinda, saya ingin mengembangkan Citra Niaga lebih elok lagi,” paparnya.
Selain itu, Apri ingin mengubah Sungai Mahakam menjadi objek wisata yang indah layaknya Pantai Losari di Makassar. Di sana, ia berencana menghidupkan alat transportasi tradisional tambangan.

Apri menjelaskan, tambangan merupakan alat transportasi yang dahulu digunakan untuk menyeberang dari Samarinda Seberang menuju Samarinda Kota sebelum Jembatan Mahakam dibangun. Kala itu, tambangan menjadi penopang roda perekonomian masyarakat Samarinda Seberang.
“Setalah ada jembatan, tambangan mulai hilang dan redup. Kalau saya dipercaya, maka akan saya hidupkan lagi tambangan yang elok. Karena tambangan memiliki nilai historis,” tuturnya.
Sarung tenun khas Samarinda yang diproduksi di Kampung Tenun Samarinda Seberang pun tak luput disorot Apri. Dia melihat di sana terdapat potensi ekonomi. Apri berencana mengubah Kampung Tenun lebih elok lagi.
“Nanti akan diperkuat dengan UKM untuk memasarkan sarung Samarinda ini hingga kancah internasional,” kata Apri.
Dia melihat tambang tak lagi potensial untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Samarinda. Menurutnya, lima sampai sepuluh tahun ke depan tambang akan habis. Karena itu, diperlukan pengembangan pariwisata di Samarinda. Dia ingin mengubah eks tambang menjadi tempat wisata.
“Jika tidak dikelola dengan benar, eks tambang ini akan berakibat fatal bagi masyarakat. Tambang akan habis. Jika habis, tidak ada lagi PAD. Artinya pasca tambang, kita harus segera berubah,” ujarnya.
Dia ingin kota kelahirannya dikenal sebagai ikon wisata yang dinikmati masyarakat. Menurutnya, mengembangkan pariwisata merupakan misi yang tepat agar Samarinda lebih dikenal di level nasional dan mancanegara.
“Saya sebagai putra daerah ingin mengembangkan Samarinda lebih baik. Bukan berarti pemkot sekarang tidak baik. Tapi saya ingin lebih baik lagi seperti kota besar lain di Indonesia,” tegasnya.
Kata Apri, menjadi calon wali kota adalah panggilan jiwa. “Karena ini tanah kelahiran saya,” pungkasnya. (*)
Penulis: Suci Surya Dewi
Editor: Ufqil Mubin