
Akurasi.id – Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Igun Wicaksono, meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengkaji ulang rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 8 hingga 15 persen. Menurutnya, kebijakan ini justru akan membebani pelanggan dan berdampak pada kesejahteraan pengemudi.
“Potongan biaya aplikasi jangan dialihkan dengan menaikkan tarif karena akan membebani para pelanggan,” kata Igun kepada Tempo, Selasa, 1 Juli 2025.
Sebelumnya, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, menyampaikan rencana kenaikan tarif ojol saat rapat bersama Komisi V DPR pada Senin, 30 Juni 2025. Kenaikan tersebut diklaim telah disetujui pihak aplikator dan akan bervariasi sesuai zona wilayah.
Igun menilai, kenaikan tarif ojol bisa mendorong inflasi, terutama pada sektor transportasi dan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Selain itu, pelanggan dapat beralih ke moda transportasi lain, sehingga orderan pengemudi ojol menurun. “Artinya, kenaikan tarif belum akan menyelesaikan masalah,” katanya.
Menurutnya, situasi akan berbeda jika pemerintah lebih dulu memutuskan potongan biaya aplikasi maksimal 10 persen. Kebijakan tersebut dinilai tidak akan terlalu membebani pelanggan karena dampaknya hanya pada aplikator dan pengemudi.
Igun menegaskan, Garda Indonesia tidak menolak kenaikan tarif, namun meminta Kemenhub melibatkan seluruh pihak dalam ekosistem transportasi daring. Saat ini, asosiasi tetap fokus pada lima tuntutan yang diajukan kepada Menteri Perhubungan, yaitu:
Hadirnya Undang-Undang Transportasi Online atau minimal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Potongan biaya aplikasi maksimal 10 persen.
Diskresi tarif pengantaraan barang dan makanan.
Audit investigatif komprehensif perusahaan aplikasi sesuai Kepmenhub KP Nomor 1001 Tahun 2022.
Penghapusan skema member, prioritas, hemat, slot, aceng, multi order, dan biaya layanan lain yang membebani pengemudi.
Jika tuntutan tak ditindaklanjuti, Igun mengancam akan melakukan aksi demonstrasi pada 21 Juli 2025, serta aksi mematikan aplikasi massal dengan target 500.000 pengemudi di seluruh Indonesia.
Di sisi lain, rencana kenaikan tarif ojol juga menuai keluhan dari masyarakat. Leonardo (26), karyawan swasta asal Tangerang, menilai biaya transportasi sudah berat, apalagi jika tarif naik. Setiap bulan, ia menghabiskan hampir Rp 1 juta untuk ongkos ojol pulang pergi ke kantornya di Jakarta.
“Kalau tarif naik jadi Rp 40.000-50.000 per hari, ‘meninggal’ kantong gue sih,” kata Leonardo. Ia mengaku sulit beralih ke transportasi umum karena rumah dan kantornya tidak terhubung langsung dengan KRL, Transjakarta, MRT, atau LRT.
Hal serupa dirasakan Ani (25), warga Bekasi, yang setiap hari menggunakan ojol sejauh tujuh kilometer dari stasiun ke kantornya. Ia membayar Rp 26.000 sekali jalan. “Kalo gini caranya ya mending bawa motor pribadi, tapi ojol nanti jadi sepi,” ujarnya.
Rencana kenaikan tarif ojol ini menambah daftar tantangan ekonomi masyarakat di tengah naiknya berbagai harga kebutuhan lain dalam beberapa waktu terakhir.(*)
Penulis: Nicky
Editor: Willy