Food Estate: Antara Isu Pangan dan Dinamika Politik di Indonesia

Akurasi, Nasional. 23 Januari 2024. Jakarta – Program Food Estate yang diinisiasi oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi fokus perdebatan dalam arena politik Indonesia. Isu ini mencuat dalam berbagai platform, menciptakan diskusi seputar kebijakan pangan nasional dan dampaknya terhadap lingkungan. Beberapa pihak mendukung program ini sebagai langkah strategis menjaga ketahanan pangan, sementara yang lain mengkritiknya dengan alasan merugikan lingkungan dan masyarakat adat.
Kritik Mahfud MD dan Respons Pemerintah
Dalam debat Cawapres keempat Pilpres 2024, Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD, menyoroti kegagalan Food Estate yang dinilai merusak lingkungan dan merugikan negara. Mahfud mengatakan, “Jangan seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang bener aja, rugi dong kita.” Komentarnya ini menarik perhatian dan memunculkan diskusi luas terkait keberlanjutan program tersebut.
Pemerintah, melalui Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana, merespons kritik tersebut. Ari menyatakan bahwa Food Estate ditempuh sebagai respons terhadap ancaman situasi perekonomian dunia yang dipengaruhi krisis pangan pasca pandemi COVID-19. Menurutnya, program ini adalah langkah besar pemerintah untuk memastikan ketahanan pangan nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.
“Kebijakan food estate itu kan untuk merespons situasi yang kita hadapi ya. Kita tahu bahwa situasi perekonomian dunia saat ini tidak baik-baik saja,” kata Ari Dwipayana.
Diskusi Antara Kedaulatan Pangan dan Lingkungan Hidup
Food Estate menjadi polemik karena melibatkan isu penting seperti kedaulatan pangan dan lingkungan hidup. Pendukung program ini berpendapat bahwa ketahanan pangan nasional harus diutamakan, terutama mengingat krisis pangan global yang mungkin terjadi. Program ini diharapkan dapat menghasilkan produksi pangan yang mencukupi dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Namun, kritik bermunculan dari sejumlah pihak, termasuk Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar. Ia menyatakan prihatin dengan proyek Food Estate karena dianggap mengabaikan petani, merugikan masyarakat adat, dan merusak lingkungan.
Aria Bima, Ketua Tim Penjadwalan Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, menjelaskan bahwa kritik Mahfud MD bukan berarti tidak mendukung program tersebut, melainkan sebagai koreksi untuk menyempurnakannya.
“Jadi menurut saya kalau itu mengkritisi pemerintahan Pak Jokowi sekarang bukan berarti tidak mendukung. Ada corrective action, perkuat, percepat, dan perbaiki,” kata Aria.
Prospek dan Tantangan
Food Estate menimbulkan pro dan kontra dalam dinamika politik Indonesia menjelang Pemilihan Presiden. Meskipun diinisiasi untuk mengatasi krisis pangan dan mendukung ketahanan pangan nasional, program ini harus menghadapi tantangan seperti keberlanjutan lingkungan, hak masyarakat adat, dan pengelolaan yang efektif. Dalam menghadapi perdebatan ini, pemerintah diharapkan dapat menjalankan evaluasi dan penyempurnaan agar program tersebut dapat mencapai tujuannya tanpa mengorbankan nilai-nilai lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.(*)
Editor: Ani